Kamis, 13 Desember 2012

Guru yang Pedulikah?

Setelah absen hampir 2 minggu baik karena halangan maupun kesibukan panitia UAS, pagi ini aku kembali melaksanakan shalat dhuha dan hajat bersama-sama dengan murid-murid di masjid. Kewajiban melaksanakan shalat dhuha dan hajat bersama-sama setiap hari adalah kegiatan pembiasaan diri bagi siswa madrasah ini. Dengan harapan, pembiasaan shalat dhuha dan hajat meski awalnya barangkali dilakukan dengan enggan, lambat laut akan terbiasa. Pagi ini pesertanya hanya siwa klas XII yang sedang Try Out Ujian Nasional, sementara klas X dan XI belajar di rumah.  Dari barisan belakang aku mengamati tingkah polah murid-muridku yang mayoritas berada dalam tahap remaja akhir alias sebentar lagi beranjak dewasa awal. Di mataku tingkah polah mereka masih sama saja seperti ketika melihat mereka pertama kali menjadi siswa baru klas X.

Kali ini aku memilih berdiri di shaf terdepan shaf putri, di belakang shaf siswa laki-laki. Posisi ini memudahkan untuk mengawasi siswa putra dan putri sekaligus. Aku juga sengaja memulai belakangan shalat setelah semua siswa sudah shalat. Ketika saatnya sholat dhuha dan salah seorang siswa putra sebagai imam sudah menggaungkan takbiratul ihram aku perhatikan masih banyak siswa yang bahkan belum berdiri dari duduk. Dan, seperti biasa kami lakukan para guru sejak mereka siswa baru, kami mulai menyuruh mereka shalat. "Ayo semua bangun, shalat-shalat", ajak kami para guru. Dan merekapun berdiri meski diantaranya kelihatan enggan. Namun, diantara itu masih ada beberapa siswa yang masih duduk. Akhirnya aku sebut nama-nama siswa yang masih duduk itu. Rupanya manjur, dengan langsung disebut nama, mereka langsung berdiri. Inilah pentingnya guru mengenali semua murid-muridnya, tak sekedar kenal nama namun juga terbiasa menyebut nama siswa-siswanya.

Setelah selesai shalat dan berdo'a serta seluruh siswa beranjak menuju kelas masing-masing, aku ada waktu untuk duduk iktikaf sebentar di masjid. Sambil duduk aku memikirkan peran guru dalam pendidikan murid-muridnya. Aku sadari menjadi guru tidak bisa main-main, meskipun bisa saja jika mau main-main dan cuek tidak mau tahu selain hanya mengajar bidang studi. Kita tidak boleh diam dan cuek melihat perilaku siswa. Mereka masih perlu diingatkan, tanpa bosan, tanpa henti sampai saatnya mereka lulus dan melanjutkan jalan hidup masing-masing.

Seperti kasus 5 siswa yang kemarin tertangkap basah merokok di warung dekat sekolah, mereka memang boleh dibilang sudah kecanduan rokok. Pernah ketika acara rihlah ke Jogja saat mereka kelas XI, diantara 5 siswa tersebut adalah yang aku pergoki merokok di kamar ber AC! Waktu itu, malam sekitar jam 12.00, sambil sweeping terakhir memastikan seluruh siswa sudah tidur/berada di kamar masing-masing, aku mendengar suara-suara setengah berbisik dari kamar mereka. "Eh..ada bu Anna, ada bu Anna". Dan ketika aku ketok pintunya tidak ada yang menjawab. Salah seorang siswa pura-pura baru bangun, membuka pintu ketika pintu kugedor. Dan setelah lampu aku nyalakan ketahuan seluruh kamar dipenuhi asap rokok. Alamak..dan malam itupun mereka aku suruh keluar kamar semua, hingga asapnya keluar.

Begitulah kejadian-kejadian yang tiap saat kita temui bersama siswa. Andai kita mau membuka mata, hati, dan telinga kita akan menemukan banyak hal yang selain ada yang lucu dan menarik, ada juga hal-hal yang perlu diperingatkan. Apalagi dalam kondisi kemudahan akses informasi dan komunikasi seperti sekarang. Kemudahan ini bisa berakibat positif maupun negatif. Positifnya, menjadi sumber ajar alternatif bagi siswa. Negatifnya, memudahkan akses ke situs-situs tertentu yang seharusnya dilarang. Yang terakhir ini mesti diwaspadai.

Menjadi guru memng tidak boleh main-main apalagi cuek. Harus disadari, pentingnya peran kita sebagai pendidik generasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...