Entah bagaimana jalan ceritanya, kata "galau" menjadi begitu populer
akhir-akhir ini. Kata ini menggambarkan segala macam keresahan yang bisa
disebabkan oleh apa saja. Siapa saja bisa merasakan galau, tua-muda,
kaya-miskin, laki-laki-perempuan. Namun demikian remajalah yang sering
merasakan galau. Dan seperti sudah dapat dipastikan alasannya adalah
masalah cinta remaja. Seperti siang itu, saya berhadapan dengan remaja tanggung yang sedang 'galau'.
Remaja tanggung murid saya itu, beberapa hari tidak masuk sekolah dengan berbagai alasan, kadang sakit, kadang ijin, bahkan kadang tanpa pemberitahuan. Ketika dipanggil ke sekolah, orang tuanyapun menyerah membujuk anaknya agar mau sekolah. Dalam kondisi begini kami para guru, meminta ijin kepada orang tua agar bicara empat mata dengan siswa. Karena, seringkali anak menjadi kurang terbuka berbicara jika ada orang tuanya. Mungkin malu, takut, dan sebagainya.
"Ceritakan pada ibu, agar ibu bisa membantu masalahmu", adalah kalimat pembuka yang baik agar anak didik kita mau berbicara. Tentu saja harus diimbangi dengan niat dan kesungguhan untuk membantu masalahnya. Kesungguhan kita akan terbaca dari kekuatan efek kata-kata yaitu anak didik kita percaya pada kita dan mau berbicara. Pada awalnya murid saya ini bercerita macam-macam tentang mengapa dia malas sekolah. Untungnya saya sebagai guru di kelas sebelumnya cukup mengenalnya. Inilah pentingnya guru untuk lebih mengenali murid-muridnya tidak sekedar masalah pelajaran. Jadi saya bisa berkata, "kamu bukan seperti yang ibu kenal". Dan saya lihat sudut matanya mulai memerah. Lalu mengalirlah dari mulutnya segala beban yang membuat hatinya galau. Olala cinta.
"Mungkin diantara kalian terdapat perbedaan yang jika dipersatukan justru akan menyakitkan satu sama lain. Allah Maha Tahu, sedang pengetahuan manusia terbatas. Apalagi jika rasa cinta yang kuat membutakan satu sama lain.Yakinlah suatu saat, engkau akan menemukan cinta sejatimu." Remaja tanggung itu hanya diam membisu. Sudut matanya memerah menahan air mata yang ingin disembunyikan. Beban hatinya seperti begitu berat. Tentu saja saya sebagai gurunya berusaha mengerti perasaannya. Meskipun dalam hati berkata, tidak seharusnya masalah ini membebani keremajaannya. Namun, seperti setiap orang ingin dimengerti, mencoba mengerti keadaan anak didik kita tentu akan membawa dampak yang lebih baik.
Saya tahu, kata-kata saya tidak dapat menenteramkannya saat itu. Masalah hati, tidak semudah membalik tangan atau mengganti baju. Hilang satu, beli yang baru. Hanya dia sendiri dan waktu yang dapat menyembuhkannya. Namun, dengan bercerita sedikit banyak bebannya menjadi lebih ringan. Tetap semangat nak, dunia masih terbentang luas.
Remaja tanggung murid saya itu, beberapa hari tidak masuk sekolah dengan berbagai alasan, kadang sakit, kadang ijin, bahkan kadang tanpa pemberitahuan. Ketika dipanggil ke sekolah, orang tuanyapun menyerah membujuk anaknya agar mau sekolah. Dalam kondisi begini kami para guru, meminta ijin kepada orang tua agar bicara empat mata dengan siswa. Karena, seringkali anak menjadi kurang terbuka berbicara jika ada orang tuanya. Mungkin malu, takut, dan sebagainya.
"Ceritakan pada ibu, agar ibu bisa membantu masalahmu", adalah kalimat pembuka yang baik agar anak didik kita mau berbicara. Tentu saja harus diimbangi dengan niat dan kesungguhan untuk membantu masalahnya. Kesungguhan kita akan terbaca dari kekuatan efek kata-kata yaitu anak didik kita percaya pada kita dan mau berbicara. Pada awalnya murid saya ini bercerita macam-macam tentang mengapa dia malas sekolah. Untungnya saya sebagai guru di kelas sebelumnya cukup mengenalnya. Inilah pentingnya guru untuk lebih mengenali murid-muridnya tidak sekedar masalah pelajaran. Jadi saya bisa berkata, "kamu bukan seperti yang ibu kenal". Dan saya lihat sudut matanya mulai memerah. Lalu mengalirlah dari mulutnya segala beban yang membuat hatinya galau. Olala cinta.
"Mungkin diantara kalian terdapat perbedaan yang jika dipersatukan justru akan menyakitkan satu sama lain. Allah Maha Tahu, sedang pengetahuan manusia terbatas. Apalagi jika rasa cinta yang kuat membutakan satu sama lain.Yakinlah suatu saat, engkau akan menemukan cinta sejatimu." Remaja tanggung itu hanya diam membisu. Sudut matanya memerah menahan air mata yang ingin disembunyikan. Beban hatinya seperti begitu berat. Tentu saja saya sebagai gurunya berusaha mengerti perasaannya. Meskipun dalam hati berkata, tidak seharusnya masalah ini membebani keremajaannya. Namun, seperti setiap orang ingin dimengerti, mencoba mengerti keadaan anak didik kita tentu akan membawa dampak yang lebih baik.
Saya tahu, kata-kata saya tidak dapat menenteramkannya saat itu. Masalah hati, tidak semudah membalik tangan atau mengganti baju. Hilang satu, beli yang baru. Hanya dia sendiri dan waktu yang dapat menyembuhkannya. Namun, dengan bercerita sedikit banyak bebannya menjadi lebih ringan. Tetap semangat nak, dunia masih terbentang luas.