Sabtu, 22 September 2012

Galau

Entah bagaimana jalan ceritanya, kata "galau" menjadi begitu populer akhir-akhir ini. Kata ini menggambarkan segala macam keresahan yang bisa disebabkan oleh apa saja. Siapa saja bisa merasakan galau, tua-muda, kaya-miskin, laki-laki-perempuan. Namun demikian remajalah yang sering merasakan galau. Dan seperti sudah dapat dipastikan alasannya adalah masalah cinta remaja. Seperti siang itu, saya berhadapan dengan remaja tanggung yang sedang 'galau'.

Remaja tanggung murid saya itu, beberapa hari tidak masuk sekolah dengan berbagai alasan, kadang sakit, kadang ijin, bahkan kadang tanpa pemberitahuan. Ketika dipanggil ke sekolah, orang tuanyapun menyerah membujuk anaknya agar mau sekolah. Dalam kondisi begini kami para guru, meminta ijin kepada orang tua agar bicara empat mata dengan siswa. Karena, seringkali anak menjadi kurang terbuka berbicara jika ada orang tuanya. Mungkin malu, takut, dan sebagainya.

"Ceritakan pada ibu, agar ibu bisa membantu masalahmu", adalah kalimat pembuka yang baik agar anak didik kita mau berbicara. Tentu saja harus diimbangi dengan niat dan kesungguhan untuk membantu masalahnya. Kesungguhan kita akan terbaca dari kekuatan efek kata-kata yaitu anak didik kita percaya pada kita dan mau berbicara. Pada awalnya murid saya ini bercerita macam-macam tentang mengapa dia malas sekolah. Untungnya saya sebagai guru di kelas sebelumnya cukup mengenalnya. Inilah pentingnya guru untuk lebih mengenali murid-muridnya tidak sekedar masalah pelajaran.  Jadi saya bisa berkata, "kamu bukan seperti yang ibu kenal". Dan saya lihat sudut matanya mulai memerah. Lalu mengalirlah dari mulutnya segala beban yang membuat hatinya galau. Olala cinta.

"Mungkin diantara kalian terdapat perbedaan yang jika dipersatukan justru akan menyakitkan satu sama lain. Allah Maha Tahu, sedang pengetahuan manusia terbatas. Apalagi jika rasa cinta yang kuat membutakan satu sama lain.Yakinlah suatu saat, engkau akan menemukan cinta sejatimu."  Remaja tanggung itu hanya diam membisu. Sudut matanya memerah menahan air mata yang ingin disembunyikan. Beban hatinya  seperti begitu berat. Tentu saja saya sebagai gurunya berusaha mengerti perasaannya. Meskipun dalam hati berkata, tidak seharusnya masalah ini membebani keremajaannya. Namun, seperti setiap orang ingin dimengerti, mencoba mengerti keadaan anak didik kita tentu akan membawa dampak yang lebih baik.

Saya tahu, kata-kata saya tidak dapat menenteramkannya saat itu. Masalah hati, tidak semudah membalik tangan atau mengganti baju. Hilang satu, beli yang baru. Hanya dia sendiri dan waktu yang dapat menyembuhkannya. Namun, dengan bercerita sedikit banyak bebannya menjadi lebih ringan. Tetap semangat nak, dunia masih terbentang luas.




Selasa, 18 September 2012

Reuni

Libur panjang seperti di bulan syawal dan halal bi halal seringkali menjadi saat yang tepat untuk reuni. Re (kembali) uni (bersatu/bersama), tentu saja berarti pertemuan dengan orang-orang yang pernah hadir di masa lalu kita. Ada reuni masa SD, SMP, SMA, kuliah, tempat kerja pertama dsb. Aku sendiri termasuk orang yang senang menghadiri reuni. Entah kenapa, reuni dengan teman-teman lama seperti mempertegas kembali jalan-jalan hidup yang pernah kita singgahi. Reuni mengingatkan kembali siapa-siapa yang pernah memberi warna hidup kita hingga seperti sekarang. Bertemu teman lama, seperti membuka kembali buku kenangan suka-duka, baik-buruk, momen-momen yang pernah kita alami.

Sabtu lalu, aku meniatkan menghadiri reuni dengan teman-teman di kantor Akuntan Usman &rekan, tempat kerjaku pertama kali di Jakarta. Awal tahun 1992, tepatnya di bulan Februari aku mulai bekerja di kantor itu dan keluar awal tahun 1999. Terhitung hampir 7 tahun, cukup lama untuk ukuran lama kerja di kantor swasta. Lingkungan kerja yang penuh kekeluargaan dan Islami membuat pendatang baru di Jakarta seperti aku ini merasa betah. Sejak keluar dari kantor itu, pernah sekali aku berkunjung ke sana dan baru kali ini bertandang lagi setelah belasan tahun tak bertemu.

Memasuki  Kebayoran Lama, jajaran apartemen dan gedung bertingkat membuatku hampir tak mengenali kawasan ini. Kawasan padat berupa pasar dan pertokoan belasan tahun silam kini berubah total. Aku mencoba mencari-cari toko-toko langganan dulu berbelanja, salon tempat kursus potong rambut buat mengisi waktu luang, semua tak kutemukan. Kawasan macet itu kini sudah berubah.

Melewati fly over menuju jalan Ciledug Raya, ternyata suasana tidak banyak berubah. Ruko-ruko berjajar sepanjang jalan masih ada. Holland bakery di kiri jalan, pertokoan kecil-kecil,dan wartel kecil di ujung jalanpun  masih ada.Bahkan nasi goreng terenak di Jakarta 'Bang Zen' terlihat bersiap memulai jualannya siang itu, masih dengan suasana warung yang tak jauh berbeda. Akhirnya memorikupun kembali pulih. Semua terbayang kembali di pelupuk mata. Ingin rasanya berhenti di ujung jalan dan mampir ke kos-kosanku dahulu. Namun aku sudah cukup terlambat untuk mampir-mampir. Teman-teman sudah menunggu. Akhirnya, aku dapat mencapai tempat reuni dengan mudah tanpa kesasar.

Tidak banyak yang bisa datang di acara ini. Tak apalah. Yang terutama pak Usman dan keluarga, pemilik dan pimpinan KAP Usman & Rekan sudah menunggu. Beliau tidak saja bos untuk urusan kantor, namun pemimpin dalam segala hal, termasuk proyek perjodohan diantara sesama karyawan. Untuk urusan ini sudah banyak yang berhasil, dan aku termasuk proyek yang gagal karena menikah tidak dengan sesama karyawan. Sebagai orang Bugis, sifat beliau tegas hampir tanpa kompromi. Makanya beliau memilih keluar dari kantor pajak tempatnya semula bekerja dan membuka KAP. Disinipun kami menjalankan roda kegiatan kantor hampir tanpa kompromi. Oleh karena itu, tentu saja tidak semua klien dapat kami layani terutama jika hendak menyalahi hati nurani. Alhamdulillah meskipun demikian, kantor ini masih bisa berjalan hingga sekarang bahkan lebih maju dan berkembang dengan berbagai divisi lain.


Beberapa teman yang berjodoh di kantor ini, hadir. Waktu seolah terhenti sesaat. Dan kami terlibat obrolan seru penuh canda tawa. Tentang masa lalu, tentang anak-anak, dan semuanya. Tak terasa waktupun bergulir sore. Dan kamipun berpisah dengan janji untuk suatu saat akan bertemu lagi. Dalam canda ria itu terselip di sela-sela hati nama seorang sahabat yang telah pergi mendahului kami semua karena kecelakaan. Kami tak membicarakannya, namun diam-diam mengenangnya. Karena keberadaanku di kantor ini dahulu karena dia. Almarhumah sahabat saya inilah yang mengajakku bekerja di kantor ini. Dan kami selalu bersama-sama berdua berpetualang di rimba Jakarta. Kuselipkan sebait do'a semoga dia berbahagia di alamnya sekarang. Allohumma firlaha warhamha wa'afii fa'fu 'anha. Aamiin. Alhamdulillah

Dalam perjalanan pulang, pelan-pelan kusenandungkan lagu kesukaannya..


"Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masing ingatkah kau

Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga saat kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku sobat

 
Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara di hati"


'Belum Ada Judul" song Iwan Fals



Pernah kita sama sama susah
Terperangkap didingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah
Lelah

Pernah kita sama sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah
Kau

Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara
Dihati

Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga saat kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku
Sobat

Kamis, 06 September 2012

Digugu, Ditiru

"Ibu..bu Ana..kangen nih sama ibu"!, ibu ngajar lagi dong di kelas kami"! Ucapan beruntun segerombolan anak kelas XII yang sedang turun tangga ketika berpapasan denganku siang itu. "Kangen ibu omelin ya", ujarku santai. Salah seorang siswa menjawab; "kangen ketawa-ketawa yang nggak jelas". Hah.. maksudnya apa nih. Parah nih anak, masak gurunya disangka nggak beres, suka ketawa nggak jelas. "eh, maksud kamu apa ketawa-ketawa nggak jelas, maksudnya ibu nggak waras? tanyaku pura-pura serius. "Ah ibu, bukan itu. Ibu kan suka tiba-tiba intermeso cerita lucu yang gak ada hubungan dengan materi, padahal kita lagi serius, jadinya ketawa dan bikin kita nggak ngantuk". Jawabnya. "Oh, jadi cuma karena itu kamu kangen ibu"?. "Nggak juga, ibu suka ngasih motivasi" ujar salah seorang siswa. Yang lain menjawab "ibu suka ngetes" (hehehe..). Siang itupun menjadi riuh rendah.

Begitulah, kejadian itu seringkali berulang. Kadang sambil bercanda aku bilang "bosen ah lihat kamu terus" ketika siswa-siswa itu minta diajar lagi. Dan mereka nyengir aja. Murid-murid yang sudah alumni juga sering bilang begitu. Meskipun mungkin sekedar basa-basi, tentu saja menyenangkan melihat murid-murid kita senang belajar bersama kita sebagai gurunya. Dan itu terjadi ketika kita para guru juga senang belajar mengajar bersama mereka.

Istilah guru digugu dan ditiru dan/atau guruku inspirasiku memang tepat dan beralasan. Sepanjang hari, ruang kelas seperti panggung tempat guru-guru melaksanakan pertunjukan. Murid-murid melihat kita, menilai kita. Tidak saja berkaitan dengan mata pelajaran yang kita ajarkan, namun semua hal. Kepribadian guru, kecerdasan guru, cara mengajar guru, bahasa yang digunakan, ekspresi yang ditampilkan bahkan penampilan fisik setiap hari sepanjang hari dilihat dan diam-diam dinilai siswa. Maka guru sebenarnya adalah teladan atau model bagi siswa. Dan karena itu berlangsung lama (sekitar 3 tahun untuk tingkat SMP/SMA), lambat laun  apa yang ditampilkan guru, baik atau buruk, itulah yang terekam dalam benak siswa. Dan itulah guru dalam penilaian siswa.

Guru memang kunci keberhasilan pendidikan. Faktor lain, seperti sarana, buku-buku dan fasilitas lainnya hanyalah penunjang. Tanpa sarana dan fasilitas memadaipun guru hebat bisa menginspirasi siswanya untuk berprestasi. Sementara, sarana dan fasiltas lengkap tanpa guru yang menginspirasi pembelajaran berlangsung kering. Untuk menjadi guru yang menginspirasi,  guru harus kompeten dibidang ilmu yang diajarkan. Guru harus menguasai materi yang diajarkan. Untuk itu, guru harus mau terus belajar, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang diampunya. Dengan penguasaan materi, guru memahami tingkat kesulitan materi. Ini akan sangat membantu guru menentukan dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk materi yang tepat.

Tidak sekedar menguasai materi, yang terutama guru harus mencintai profesinya. Guru yang mencintai profesinya akan senang mengajar, senang bertemu murid-murid dan bangga menjadi guru. Kecintaan terhadap profesi inilah yang mengilhami guru untuk terus menerus, tak kenal lelah dan bosan mendidik murid-muridnya. Tidak saja dalam hal bagaimana murid-muridnya cerdas secara akademik tapi lebih dari itu cerdas secara kepribadian dan segala hal yang dialami murid-muridnya.

Selain itu, faktor kepribadian juga penting untuk bisa menjadi guru yang menginspirasi. Guru yang ramah, percaya diri dan cerdas tentu lebih menyenangkan siswa. Membuat siswa nyaman berada di dekatnya dan senang dengan kelas yang diampunya. Guru memang teladan dalam semua hal. Bahkan penampilanpun tak luput dari penilaian siswa. Pernah suatu saat,salah seorang muridku yang perempuan berkata: "bu, saya ngefans sama ibu, karena ibu cantik". Aih...tentu dia lebay. Meskipun demikian, aku jadi mengerti ternyata bahkan penampilanpun bisa menjadi inspirasi bagi siswa, dilihat, dinilai dan bisa jadi ditiru. Sejak itu, aku berusaha menjaga penampilanku sebagai guru agar tetap rapi,bersih, dan enak dilihat meski sederhana. Tentu saja tetap dalam koridor syariah Islam.

Menyadari itu, kita sebagai guru memang tidak boleh main-main. Segala sikap, penampilan, kata-kata, dan ekspresi kita bisa diikuti oleh siswa. Contoh yang baik akan berpahala. Contoh yang buruk kita akan ikut menanggung dosanya. Naudzubillah.

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...