Kamis, 03 Desember 2015

PUISI

Terhenyak, itulah ekspresi pertamaku saat menerima empat buku kumpulan puisi yang dikirim oleh seorang sahabat lama. Terhenyak, bukan saja karena buku kumpulan puisi ini adalah buku puisi hasil karya sahabat itu, seseorang yang semangat hidupnya menginspirasi. Namun, kesadaran betapa lama aku tak berinteraksi dengan dunia yang satu inilah yang paling membuatku terhenyak. Beberapa tahun silam, masa remaja hingga menjelang dewasa awal, dunia ini begitu kuakrabi. Tidak saja dengan menulis dan membaca puisi namun juga terlibat dalam komunitas pecinta puisi. Meskipun, semua itu tak pernah terpublikasi dan hanya tersimpan dalam lipatan sejarah hidupku sendiri.

Seperti biasa saat membaca buku baru, aku amati halaman sampul depan, layout cover, nama penulis dan sebagainya. Disitu aku temukan nama Lies W, dan kawan-kawan. Ya, itulah nama seorang sahabat lamaku, seniorku. Meskipun, interaksi dengannya tak pernah intens, namun setiap saat ada kontak, mbak Lies, begitu aku memanggilnya, aku merasakan kedekatan dan keakraban. Lengkapnya adalah Doktor Lies W, seorang ahli bio pangan dan peneliti di Kementerian Ristek dan Teknologi jebolan salah satu Universitas di Jepang. Wanita cerdas, mandiri dan bersahaja ini, hidupnya seperti puisi. Penuh penghayatan, mengalir dalam irama yang tenang namun menggelora. Itulah yang membuatku tak heran, hingga di tengah kesibukannya menggeluti dunia ilmiah yang sarat otak kiri, dia masih sempat menulis puisi yang sarat otak kanan. Sungguh keseimbangan yang tak mudah setiap orang mencapainya.

Lalu kubuka halaman demi halaman lembaran puisi tersebut. Menikmati setiap kata yang tertera hingga mengimajinasiku ke dunia seperti apa yang hendak disampaikan penulisnya. Ya, puisi bukan sekedar rangkaian kata indah. Namun, untaian kata yang sarat pesan. Lahir dari perenungan mendalam tentang hakekat segala hal. Puisi adalah hidup yang dihayati sepenuih jiwa. Kekayaan batin seseorang yang terangkai indah lewat kata. Dia tidak akan lahir dalam dunia  tergesa tanpa jeda. 

Itulah puisi yang telah lama tak kuakrabi. Aku mengabaikan bukan karena tak suka. Namun, ada saat aku merasa dunia itu tak nyata, cengeng, dan kurang bermanfaat. Hidup yang sesungguhnya penuh tantangan dalam lika likunya. Tak terselesaikan dengan hanya sebaris kata-kata yang bernama puisi. Namun, membaca kembali kumpulan puisi ini membuatku menyadari bahwa hidup ini sarat makna. Buka sekedar rutinitas kegiatan dari bangun pagi hingga tidur lagi. Setiap episodenya memperkaya batin kita. Bukanlah sesuatu yang seharusnya dilalui dengan begitu-begitu saja. Karena,  “hidup yang tak dihayati, tak layak untuk dijalani”.

Saat ngawas UAS di lantai tiga ruang kelas MAN 14 Jakarta

4 Desember 2015

Rabu, 10 Juni 2015

Hujan Bulan Juni


tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni 
dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

( Sapardi Djoko Damono, 1989)



Rabu, 27 Mei 2015

Mendadak Kaya

Wajah sumringah meliputi roman murid-murid saya siang itu. Hawa panas jam terakhir pembelajaran, jam 14.00, seolah tak lagi terasa. Mereka beraktivitias dengan penuh canda dan tawa. Ya, siang itu mereka mendadak kaya. Masing-masing mengenggam uang dalam jumlah yang lumayan besar, ratusan ribu rupiah. Seorang siswa bersorak gembira sambil berkata, Alhamdulillah saya mendadak kaya.

Siang itu adalah hari terakhir pembelajaran ekonomi di klas X sebelum mereka melaksanakan ujian kenaikan kelas. Sesuai dengan rencana, hari terakhir pembelajaran adalah saat masing-masing siswa membuka tabungannya masing-masing. Dari rumah, seluruh siswa di kelas itu sudah membawa tabungan (celengan) yang sudah diisi sejak awal pembelajaran. Dapat dibayangkan betapa antusias dan senangnya siswa mengikuti sesi membuka tabungan itu.

Kegiatan menabung itu memang saya wajibkan kepada siswa kelas X dalam rangka pembelajaran ekonomi materi uang dan bank. Masah uang tidak sekedar konsep-konsep tentang uang, namun lebih penting dari itu adalah kemampuan menghasilkan uang. Untuk siswa tingkat SLTA, menghasilkan uang bisa melalui bisnis kecil-kecilan, atau dengan menyisihkan uang jajan. Untuk tahap awal, pilihan kedua yang saya pilih. Di awal tahun pembelajaran, saya  minta murid-murid untuk menghitung kemampuannya menyisihkan uang jajan. Minimal 25% dari uang jajannya. Jumlah tersebut ditabung di celengan masing-masing di rumah, minimal 5 hari dalam seminggu.

Di akhir tahun pelajaran siang itu, masing-masing murid dapat menghitung realisasi jumlah tabungan yang mereka peroleh, dab membandingkan dengan rencana tabungan awal tahun. Beberapa siswa memperoleh tabungan jauh melebihi target. Sedangkan, sebagian besar siswa memperoleh tabungan lebih rendah dibanding target tabungan awal tahun. Selesai menghitung uang tabungannya, siswa mengisi lembar evaluasi kegiatan menabung; apa kesulitannya, apa manfaatnya, dan kesan-kesan yang mereka peroleh dalam kegiatan ini.

Menabung, erat kaitannya dengan beberapa nilai karakter diantaranya disiplin, tanggung jawab, kemandirian, dan lebih utama adalah sifat qona'ah (merasa cukup). Disiplin dalam menabung menggambarkan karakter istiqomah/konsisten terhadap apa yang sudah direncanakan. Ini juga mengindikasikan keseriusan seseorang untuk mau berjuang meraih sesuatu yang lebih baik di masa yang akan datang. Sikap disiplin berkaitan dengan tanggung jawab. Yaitu, kemampuan berlelah-lelah menanggung beban mengurangi sedikit kesenangan untuk mencapai tujuan. Karakter utama yang hendak dibangun dengan kebiasaan menabung adalah karakter mandiri dan qona'ah. Kemandirian ekonomi menjadikan seseorang untuk lebih percaya diri dan tidak berharap bantuan orang lain. Sedangkan sikap qona'ah menjadikan seseorang merasa puas dan ridho dengan apa yang dia miliki. Pendidikan karakter membentuk sikap qona'ah dapat menjadi pendidikan anti korupsi melalui pendidikan sejak dini.

Wallahu'alam




Minggu, 08 Maret 2015

Futsal

Melihat langsung pertandingan futsal antar SMP/MTs sore itu membuatku ngerti mengapa jenis olah raga ini begitu digandrungi anak laki-laki. Turnamen yang diawali  dengan acara pembukaan itu di luar dugaanku berlangsung khidmad dan seru. 32 tim yang mengikuti turnamen beserta oficialnya, bersemangat mengikuti upacara. Semangat ini masih kentara saat mereka menjadi penonton pertandingan.

Sore itu tim yang bertanding pertama kali adalah 2 tim dari SMP berdekatan di wilayah pasar rebo. Layaknya tim sepak bola profesional, ternyata sebelum bertanding masing-masing tim melakukan ritual pemanasan yang layak ditonton. Salah satu tim memperagakan gaya pemanasan seperti gerakan senam irama yan kompak. Demikian juga tim lawan.

Begitu memasuki lapangan, baik pemain terkenal, mereka masuk dengan percaya diri ditingkah tepuk keriuhan  suporter masing-masing. Kostum mereka-pun tidak asal-asalan. Mulai dari sepatu hingga kaos cukup colourfull dan serasi. Pemain kiper menggunakan kostum yang berbeda. Ya, bahkan bau harum parfum merebak ketika mereka melintas memasuki lapangan. Jadi secara keseluruhan mereka sadar akan menjadi pusat perhatian di lapangan, sehingga mesti menjaga penampilan.

Pertandingan yang ditunggu-tunggu itupun berlangsung. Keriuhan penonton mengiringi jalannya pertandingan. Akupun ikut-ikutan bersorak saat gol pertama berhasil menembus gawang lawang. Luar biasa riuhnya. Aku membayangkan bagaimana gempitanya pertandingan sepakbola tingkat nasional apalagi dunia. Tingkat SMP se-kecamatan saja begini hebohnya.

Dan, di luar dugaanku lagi, selepas gol, mereka melakukan selebrasi yang Alhamdulillah terpuji yaitu sujud syukur. Selebrasi ini selalu dilakukan setiap kali mendapatkan gol. Sayanghujan deras menghentikan pertandingan. Dan, semua pemain dan penontonpun berteduh, usailah keriuhan itu.

Jakarta, 7 Maret 2015

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...