Selasa, 28 Agustus 2012

Tradisi Lebaran di Ponorogo

Seperti daerah-daerah lain yang memiliki tradisi unik dan makanan unik lebaran, demikian juga di Ponorogo. Tradisi unik lebaran di Ponorogo diantaranya adalah makan bersama warga setelah sholat Idul fitri, menaikkan balon kertas/plastik, dan pasar malam. Sedangkan makanan uniknya adalah madu mongso.

1. Makan Bersama Warga
Makan Bersama Setelah Sholat Ied
Tradisi makan bersama seluruh jamaah shalat Ied dilakukan selesai melaksanakan shalat Idul Fitri. Awalnya tradisi makan bersama ini hanya diikuti oleh jamaah laki-laki. Namun beberapa tahun belakangan ini, panitia masjid menyediakan hidangan untuk seluruh jamaah laki-laki, perempuan, anak-anak hingga orang tua. Menu utama dalam beberapa tumpeng adalah ayam lodho. Ayam lodho ini adalah ayam kampung yang dimasak utuh dari kepala hingga ceker dengan bumbu lodho semacam opor tanpa kuah. Hidangan pelengkapnya adalah sambel goreng kentang, tempe kering, bihun dan sebagainya. Selain dalam bentuk tumpeng, panitia juga menyediakan hidangan yang dikemas kecil-kecil (jaman dahulu dibungkus daun pisang, sekarang di dalam plastik mika). Setelah puasa selama satu bulan, makan pagi bersama seluruh warga sungguh nikmat. Selain karena rasa lapar setelah berhenti makan sahur, juga karena kebersamaan. Seluruh warga tanpa melihat jenis kelamin, usia, kelas ekonomi makan dengan menu yang sama. Alhamdulillah, indahnya kebersamaan.

2. Menerbangkan Balon

Membuat dan menaikkan balon baik berbahan kertas minyak maupun plastik sudah menjadi tradisi yang lama di kampung saya di Ponorogo. Sejak saya kecil saya sudah menyaksikan bahkan ikut-ikutan membuat balon ini. Setiap kampung yang ada masjidnya di desa kami biasa membuat balon minimal satu. Balon-balon ini dibuat oleh remaja kampung usia SD hingga SMA. Mereka memperoleh keahlian turun temururn dari seniornya. Balon kertas berukuran cukup besar, tinggi sekitar 8 -10 meter, dan diameter sekitar 1,5 - 2 meter. Kecerdasan natural remaja kampung mampu menghasilkan balon berdesain indah dan ketepatan bentuk dan ukuran sehingga mampu diterbangkan dengan sempurna. Balon-balon ini harus diterbangkan pagi-pagi ketika angin belum bertiup kencang. Maka biasanya balon diterbangkan di hari kedua lebaran.


Persiapan Menerbangkan Balon

Tahun ini kampung saya membuat 3 balon. Dua balon diterbangkan di hari lebaran ke dua, dan satu balon di hari ketiga.Meski unik dan menghibur, tradisi menerbangkan balon ini penuh resiko. Pertama, sumbu balon yang sebelumnya direndam minyak dan dinyalakan untuk menjaga udara di dalam balon tetap penuh berisiko membakar apa saja yang dikenainya jika balon gagal terbang dan jatuh. Kedua, petasan yang digantungkan di balon yang diterbangkan beresiko melukai orang-orang jika meledak sebelum balon terbang.


 
3.Pasar Malam
Pasar malam berlokasi di alun-alun kota Ponorogo. Seperti pasar malam lainnya, area ini dipenuhi aneka permainan seperti kora-kora, halilintar, dsb. Dan tentu saja pasar tempat penjual dan pembeli bertemu untuk jual beli. Tahun ini ada yang baru di pasar malam yaitu becak cinta (disingkat 'becin'). Becin ini berbentuk seperti kereta dan digerakkan oleh roda yang dikayuh oleh penumpangnya. Becin terdiri dari beberapa ukuran mulai yang berpenumpang dua hingga delapan. Peminat becin rupanya cukup banyak sehingga harus antri untuk menyewa becin. Becin disewakan dengan harga Rp. 10.000,00 hingga Rp. 20.000,00 untuk satu putaran mengelilingi alun-alun.

Becak Cinta

Selain tradisi itu, ada satu makanan khas yang hampir setiap keluarga membuatnya di hari lebaran yaitu madu mongso. Madu mongso berbahan dasar ketan hitam. Cara membuatnya cukup lama. Pertama, ketan hitam dibuat tape ketan yang memakan waktu sekitar 3 hari. Setelah menjadi tape, lalu dicampur dengan gula dan santan dan diaduk-aduk di atas nyala api sedang hingga menjadi seperti dodol. Setelah dingin, madu mongso dikemas menggunakan plastik dan kertas aneka warna. Cemilan ini dapat dijumpai hampir di seluruh rumah di hari lebaran.

Demikian, Alhamdulillah senangnya lebaran di kampung halaman.


Minggu, 26 Agustus 2012

Ziarah

Sebelum dan sesudah bulan Ramadhan, kuburan menjadi tempat yang ramai diziarahi. Begitu juga yang aku lakukan. Entah kenapa harus menunggu waktu-waktu ini, ziarah kubur kan sebenarnya bisa dilakukan kapan saja. Namun, tidak ada salahnya melakukan ziarah kubur di sebelum dan sesudah Ramadhan, karena memang tidak ada larangan dalam agama. Begitulah, maka di saat-saat itu kuburan menjadi tempat yang ramai. Dan, seperti setiap keramaian, kebiasaan ziarah kubur menjadi lahan ekonomi bagi pembersih makam, penjual bunga dan peminta-minta. Seperti dua dunia yang menyatu di satu waktu.

Seperti mudik, ziarah kubur juga sebenarnya perjalanan 'menemui' orang-orang di masa lalu kita. Jika mudik, orang-orang yang kita temui hidup di alam yang sama dengan kita dan masih bisa diajak bercanda, ziarah kubur sebaliknya. Oleh karenanya, nuansanya tentu saja berbeda. Ziarah kubur mengingatkan kita semua kemana kita semua akan kembali, apa yang akan  kita bawa, dan seperti apa raga kita akan menjadi.

Meski ramai orang, memasuki areal pemakaman tidak bisa membuat kita bercanda. Orang-orang berjalan dalam diam seperti merenung. Dan setelah menemukan makam keluarga, semua tunduk dalam khusyu' do'a-do'a yang dipanjatkan. Ada yang sebentar, ada yang cukup lama. Masih terlihat ada airmata yang menetes. Benarlah memang "cukuplah kematian sebagai nasihat". Setelah selesai berdo'a, ada yang menaburkan bunga dan membersihkan makam. Aku sendiri "lebih suka" memetik beberapa helai dedauan atau tangkai  tanaman yang kebetulan aku temui dan melatakkan di pusara. Ini seperti yang dicontohkan Rasululllah ketika berziarah kubur beliau memetik beberapa helai daun korma dan meletakkan di pusara.

Rasulullah menganjurkan kita melakukan ziarah kubur, karena akan mengingatkan kita pada kematian. Ingatan ini menyadarkan kita betapa tidak ada manfaatnya kesombongan, kemarahan, kedengkian dan segala keburukan/kemudharatan yang bahkan mungkin tidak sengaja kita lakukan. Ingatan ini menguatkan kita untuk segera bertobat ketika khilaf, segera minta maaf ketika berbuat salah, segera berbuat dan tidak menahan-nahan kebaikan. Ingatan ini menguatkan kesadaran kita kepada Allah tempat semua kita akan kembali.

Aku terduduk lama di pusara itu, tidak untuk menangisinya atau menangisi hidupku. Waktu kepergiannya telah cukup lama. Aku belajar untuk tak pernah menyesali apa-apa dan menerima kehidupan sebagai sesuatu yang sudah digariskanNya. Aku ingin tahu tapi nyaris tak mungkin seperti apa kehidupannya sekarang. Bahagiakah? Seperti harapanku dalam do'a-do'a  yang aku panjatkan semoga Allah membahagiakannya dan mengumpulkannya bersama orang-orang yang saleh. "Jangan mengira mereka yang sudah mati itu mati, sesungguhnya mereka hidup" (hadits apa ayat yah.. lupa). "Mereka melihat kita tapi kita tidak bisa melihatnya', maka malulah kita pada perbuatan buruk kita.

Maka, baiklah sesekali kita melakukan ziarah kubur, agar kehidupan dunia tidak melalaikan kita kemana kita semua akan kembali. Dan untuk itu, kita perlu menyiapkan bekal, sebanyak-banyaknya. Dan, sebaik-baik bekal adalah takwa. Insya Allah, Aamiin.

Mudik

Tak terasa usai sudah ritual tahunan setiap lebaran. Beberapa hari menjalani mudik, tak sempat buka laptop. Beberapa cerita perjalanan tak sempat dituliskan namun terekam erat dalam ingatan. Kini saatnya untuk menguatkan ingatan dengan menuliskannya.

Mudik, ibarat perjalanan menembus waktu kembali ke masa lalu. Dorongan mudik begitu kuatnya bagi kita sehingga rela melakukan perjalanan yang penuh pengorbanan baik waktu, tenaga, dan biaya. Perjalanan menemui orang tua, saudara, kerabat, sahabat, teman-teman yang telah lama kita tinggalkan, seperti menegaskan kembali jalan-jalan yang pernah kita lalui. Kenangan berserakan sepanjang jalan, menggetarkan hati bahwa kita pernah melalui ini. Maka bahkan sejak langkah pertama mudik dilalui, kenangan itu seperti kembali membuncah di ingatan.

Pada umumnya kita mudik ke kampung halaman,  tempat kita dilahirkan dan dibesarkan oleh ayah ibu tercinta. Pertemuan dengan mereka berdua yang mulai renta dan kita yang juga mulai menua sungguh membahagiakan. Menyaksikan mereka berdua sehat wal'afiat dan bahagia menyambut kehadiran kita sungguh tak terkira rasanya.  Dan, dibalik keterbatasan fisik yang mulai melemah, ibu kita masih berusaha menyediakan hidangan-hidangan masa kecil kita. Perlakuan ayah ibu kita yang seperti tidak ada bedanya apakah kita putra-putri kecilnya atau kita putra-putrinya yang yang sudah dewasa. Ah, kasih sayang mereka memang tiada taranya. Semoga Allah SWT membahagiakan dan mengasihi ayah ibu kita seperti mereka mengasihi kita di waktu kecil. Aaamin.

Pertemuan dengan saudara, kakak dan adik kita yang sudah dewasa dan berkeluarga juga mengesankan hati. Mengingatkan kembali saat kita besar bersama, bercanda, berantem, dan berbagi bersama.
Masing-masing kemudian melalui jalan hidupnya sendiri-sendiri. Saat kita dipertemukan kembali di rumah tempat kita dibesarkan seperti memunculkan kembali jiwa kanak-kanak kita. Bercerita tak ada habisnya, mengunjungi tempat-tempat yang dahulu pernah kita akrabi, mencobai  makanan-makanan yang dahulu kita sukai. Ah, tak terasa bahwa kita sudah mulai menua. Waktu telah lama meninggalkan kita dan anak-anak sudah mulai bertambah besar. Namun beginilah memang kehidupan.

Mudik juga mempertemukan kita dengan teman-teman masa lalu kita. Teman-teman SD, SMP, SMA, dan teman-teman kuliah. Bertemu mereka seolah menghentikan waktu. Kita seperti lupa pada usia. Bercanda dengan mereka seolah melupakan masalah-masalah yang masing-masing sedang kita hadapi. Namun demikian, diantara canda tawa itu kita bisa menilai seperti apa teman kita dahulu dan seperti apa teman kita sekarang. Tidak semua melalui jalan yang normal dan mudah. Beberapa diantara mereka menjadi di luar dugaan kita. Waktu tak cukup untuk menjelaskan semuanya. Namun melihat dan merasai kita bisa tertawa lepas meski sejenak cukuplah untuk melepaskan segala kepenatan. Dan lebih dari itu, seperti kembali menampilkan wajah kemudaan kita.

Pertemuan dengan seseorang di masa lalu, siapapun dia, menyadarkan kita pada apa dan siapa yang telah membuat kita seperti sekarang. Tidak ada yang kebetulan dalam hidup, Allahlah yang mengatur dan menghendaki siapa-siapa yang pernah dan akan kita temui. Semua mereka memiliki andil baik besar ataupun kecil kepada kita. Bersilaturahmi kepada orang-orang yang pernah kita temui di masa lalu tidak sekedar untuk bernostalgia, namun menguatkan kesadaran kita untuk bersyukur dan berterima kasih atas kehidupan yang pernah kita lalui. Selain itu, juga menjadi sarana kita untuk mengevaluasi langkah-langkah hidup yang kita ambil. Jika langkah hidup kita menyimpang, sorot mata orang-orang di masa lalu menyadarkan kita untuk kembali ke fitrah.

Mudik meyeimbangkan hidup kita, atas mimpi-mimpi masa depan dan realita yang sekarang kita hadapi. Masa lalu seperti rem, agar kita tidak sombong, ujub dan takabur atas keberhasilan yang kita raih. Maka dorongan melakukan perjalanan ke masa lalu melalui mudik akan terus ada dan kita lakukan. Sampai ketemu lagi tahun depan. Insya Allah.





Selamat Idul Fitri




SELAMAT IDUL FITRI 1433 H

TAQOBALALLOHU MINNA WA MINKUM

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

SEMOGA ALLAH SWT MEMPERTEMUKAN KITA KEMBALI 
DENGAN RAMADHAN YANG AKAN DATANG 

Aamiin Yaa Robbal'alamiin

Kamis, 02 Agustus 2012

Siapkan Kursi di Sorga

"Teman-teman sebagai anak tentu kita ingin membahagiakan orang tua kita. Kita berfikir bahwa cara membuat orang tua kita bahagia adalah dengan memberinya banyak uang, mempersembahkan hadiah-hadiah kepada mereka. Mungkin saja itu ada benarnya, jika sumber uang/harta tersebut berasal dari rejeki yang halal. Namun alangkah sedihnya orang tua kita seandainya harta yang kita berikan berasal dari sumber yang tidak halal. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk dapat membahagiakan orang tua. Islam memberi petunjuk dalam sebuah hadis bahwa di akhirat kelak  ada sebagaian orang tua terkejut dan bertanya-tanya  mengapa Allah menyediakan singgasana dan mahkota di syorga kepada mereka. Mereka menyadari amalnya sedikit, ibadahnya pas-pasan, merasa tidak pantas mendapatkan singgasana dan mahkota di syorga. Lalu Allah menjawab, bahwa anak-anak merekalah yang menghadiahkan mahkota dan singgasana ini untuk mereka. Mereka adalah orang tua dari anak-anak yang  membaca, mempelajari dan menghafalkan Al Quran. Jadi teman-teman, perilaku kita sebagai anak dapat menentukan apakah sebenarnya kita sedang mempersiapkan kursi buat orang tua kita di syorga, atau justru sebaliknya menyiapkan kursi di neraka, naudzubillah."

Kata-kata di atas adalah rangkuman ceramah salah seorang muridku klas XI IS. Subhanallah, aku merinding mendengarnya. Kata-katanya lancar, diselingi dengan dalil-dalil yang dibacanya dengan fasih  baik terjemahan maupun dalam bahasa Arabnya. Dia menunjukkan keluasan pengetahuan ilmu agama yang dia miliki. Sehingga, bahkan teman-temannyapun menyimaknya dengan seksama. Meskipun demikian  gayanya tetap kocak dan menunjukkan keremajaannya. Ah.. tak henti aku mengucap pujian kepada Allah yang telah menganugerahkan keluasan ilmu agama kepada muridku ini. Karena jika tidak memiliki ilmu agama, tidak mungkin dia bisa selancar itu berceramah mendadak tanpa pemberitahuan.

Pagi tadi, aku memasuki kelasnya yang kosong. Ternyata jam pelajaran Aqidah Akhlak yang kebetulan gurunya sedang mengikuti PLPG. Setelah mengabsen dan ngobrol sebentar dengan mereka, aku minta salah seorang siswa, Rizki untuk maju ke depan dan berbicara tentang Aqidah - Akhlak. Aku pilih Rizki karena anak ini selama menjadi siswa di madrasah ini dia tinggal di pesantren tahfidz Quran tidak jauh dari madrasah. Jadi aku fikir sedikit banyak pemahaman agamanya lebih tinggi dibanding teman-teman sekelasnya. Subhanallah, tidak salah aku menunjuknya ke depan. Dia memiliki potensi yang baik untuk menjadi seorang da'i. Tanpa persiapan apapun anak ini bisa berbicara seperti rangkuman di atas. Bahkan teman-temannyapun antusias bertanya.

Aku ingat setahun yang lalu, gurunya mendaftarkan Rizki dan dua orang temannya untuk bisa menjadi siswa baru di madrasah ini. Tiga anak ini sebenarnya bukan siswa yang baru lulus SMP/MTs dan akan mendaftar siswa baru. Mereka seharusnya naik ke kelas XI di sekolahnya yang lama. Namun, kata gurunya sekolahnya tersebut, pesantren yang menyelanggarakan pendidikan MA, harus ditutup karena tidak mendapat murid. Anak-anak ini berniat untuk tersu sekolah namun memiliki keterbatasan biaya. Sebelumnya dia tinggal dan sekolah di pesantrennya yang akan ditutup itu dengan membayar ala kadarnya. Orang tua mereka di luar kota. Alhamdulillah kepala madrasah kami memiliki hati yang mulia, ketiga anak ini diterima dan dibebaskan dari seluruh biaya hingga mereka lulus kelak. Dan selama menjadi siswa kami, anak-anak ditampung di pesantren markaz Qur'an tak jauh dari madrasah. Nyaris waktu mereka dihabiskan di madrasah dan di pesantren.

Aku berharap diantara mereka ada yang diterima di Al Azhar Kairo dan menuntut ilmu agama di sana. Semoga kelak mereka menjadi orang yang bermanfaat untuk diri, keluarga dan agama. 
Aamiin Aamiin Yaa Mujiibassailin.




Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...