Minggu, 11 Maret 2012

Ujian

Hari ini, Senin 12 Maret 2012, serentak seluruh Indonesia siswa klas XII SMA/MA melaksanakan ujian sekolah/ujian madrasah. Ujian ini adalah salah satu rangkaian ujian yang harus diikuti siswa sebagai prasyarat lulus. Sebelumnya siswa telah melakukan ujian praktek, dan setelah US/UM mereka harus mengikuti ujian nasional (UN). Rangkaian ujian tadi bagaimanapun menyita energi dan perhatian siswa, guru, dan orang tua. Bagi siswa terutama, diperlukan tidak saja persiapan penguasaan materi tapi juga kesiapan mental.

Berkaitan dengan kesiapan mental, sekolah-sekolah sudah mendatangkan motivator untuk membangkitkan semangat dan menguatkan mental siswa menghadapi ujian. Demikian juga muhasabah, do'a-do'a dan dzikir tak henti dibubungkan ke langit memohon kemudahan menjawab soal-soal ujian. Begitulah setelah ikhtiar dimaksimalkan dan do'a dipanjatkan, mereka harus menghadapi ujian ini.

Beberapa siswa dan ponakan secara khusus mengirim sms tadi malam mohon do'a agar dapat menjawab soal-soal ujian hari ini dan seterusnya. Yah, mereka paham bahwa do'a dan ridho orang tua dan guru mubarok. Merekalah orang-orang yang dengan ikhlas mendo'akan meski tidak diminta.

Selamat menempuh ujian anak-anakku. Semoga Allah memudahkan kalian dalam berfikir dan menyelesaikan soa-soal ujian. Semoga ilmu kalian barokah menjadi jalan meraih mimpi-mimpimu dan keridhoan Allah. Aaamin Yaa Robbal'alamiin.

Senin, hari pertama US/UM.

Bunga Plastik

Sore tadi aku ikut mengantar pemakaman ayah tetangga di TPU Pondok Ranggoon. Meskipun ini bukan kali pertama aku ikut pergi ke TPU, namun pemandangan di TPU pondok Ranggon membuatku sedikit terhenyak. TPU terluas di DKI ini rupanya sudah ditata sedemikian rupa sehingga tidak berkesan seram. Sejauh mata pemandangan dipenuhi rumput hijau dan bunga-bunga di atas pusara. Hampir tidak dapat ditemui pohon kamboja dan pusara bermarmer atau berbatu pualam. Pedagang makanan minuman juga banyak yang berjualan di sepanjang jalan di areal komplek pemakaman. Bahkan anak-anak yang ikut orang tuanya berziarah berlarian ceria sedikitpun tanpa rasa takut. Serombongan anak muda usia SMA mendatangi satu pusara (mungkin temennya yang belum lama meninggal, terlihat dari tanggal di nisan). Aku dengar mereka berdo'a dengan berkata "untuk temanku si ......(mereka sebut namanya), semoga engkau tenang disisiNya." Setelah itu mereka berlalu dengan ceria dan bercanda.

Pemandangan itu membuatku merasa agak aneh. Bunga-bunga beraneka warna yang ada di atas pusara itu ternyata adalah bunga plastik. Sekali lagi bunga plastik. Baru kali ini aku melihat bunga-bunga plastik menghiasi pusara di TPU. Apa alasannya? Apa tujuannya? menghiasi pusara dengan bunga plastik. Apakah ini aturan pemda DKI? atau hanya gejala ikut-ikutan karena melihat pusara lain dihiasi bunga plastik. Sungguh aku merasa heran dan bertanya-tanya.

Teringat satu kisah di zaman Nabi, Rasulullah Muhammad SAW bersama sahabat-sahabatnya sedang berjalan-jalan. Ketka rombongan tersebut melalui makam seorang muslim, Rasulullah berhenti dan berdo'a di makam tersebut. Sembari itu, Rasulullah memetik beberapa helai daun korma dan menaruhnya di sisi kepala pusara. Rasulullah berdo'a, semoga arwah si mayit mendapat keringanan siksa kubur hingga daun-daun korma ini mengering. Sejalan dengan kisah itu, ada tradisi di negara kita membawa bunga ketika berziarah ke makam. Aneka bunga hidup itu disebar di atas pusara sambil tak lupa memanjatkan do'a.

Kembali ke bunga plastik itu, aku masih belum bisa mengerti apa maksudnya. Yang pasti bukan untuk meneladani Rasulullah seperti kisah di atas. Atau, untuk mengingat kematian, seperti diriwayatkan dalam sebuah hadits ketika Rasulullah menganjurkan kita berziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat kematian. Sepertinya memang tujuannya hanya untuk keindahan dan agar tidak menyeramkan. Sunggguh tujuan yang kering sekering bunga plastik. Keindahan yang menipu tanpa makna. Sangat jauh dari anjuran Rasulullah untuk mengingat kemana kita semua akan kembali dengan berdo'a seperti di bawah ini ketika berziarah kubur.

Assalâmu ‘alâ ahlid diyâr, minal mu’minîna wal muslimîn, antum lanâ farthun, wa nahnu insyâallâhu bikum lâhiqûn.

Artinya: "Salam atas para penghuni kubur, mukminin dan muslimin, engkau telah mendahului kami, dan insya Allah kami akan menyusulmu."

Ya Allah lindungi kami dari segala hal yang menjauhkan kami dariMu. Aamiin.

Arcadia, malam senin.

Senin, 05 Maret 2012

Heboh Jurnal Ilmiah

Akhir-akhir ini dunia pendidikan tinggi kita heboh dengan keharusan menerbitkan jurnal ilmiah sebagai prasyarat lulus untuk jenjang S1, S2, dan S3. Menarik menyimak perdebatan pro kontra tentang kebijakan ini. Mayoritas pendapat bisa dibilang ‘kontra’ atau menolak keharusan ini. Bahkan berita terkini, asosiasi perguruan tinggi swasta Indonesia secara resmi menyampaikan penolakannya kepada Kemdikbud. Alasan penolakannya cukup beragam namun dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tidak siap atau tidak mampu memenuhi ketentuan ini, menulis jurnal ilmiah dan menerbitkannya di jurnal ilmiah baik nasional apalagi internasional.

Mengapa menulis jurnal ilmiah seolah menjadi momok sehingga banyak yang keberatan?
Menulis karya ilmiah mesti memenuhi dua poin penting yaitu: pertama, karya ilmiah haruslah karya orisinil, up to date dan karena orisinil maka bebas dari plagiat atau copy-paste. Kedua, karya ilmiah berbentuk jurnal mesti disajikan dengan bahasa yang menarik, mengalir sehingga enak dibaca namun masih memenuhi kaidah ilmiah.

Poin pertama, bagaimana menyajikan pemikiran orisinil dalam karya ilmiah. Saya ingin berbagi pengalaman berkaitan dengan poin pertama ini. Beberapa tahun terakhir saya 'memaksa' diri saya baik secara individu maupun tim, untuk menulis karya berbasis penelitian bidang pendidikan atau psikologi atau gabungan keduanya. Minimal satu penelitian dalam satu tahun dan dipaparkan dalam acara temu ilmiah atau simposium penelitian.

Karya ilmiah berbasis penelitian menurut saya adalah karya yang orisinal, up to date dan lebih mudah menuliskannya. Karena berbasis penelitian, maka hal penting yang harus dilakukan sebelum menulis adalah menemukan ide penelitian dan membuat desain penelitian. Rupanya hal ini sedikit banyak juga dipengaruhi oleh pengalaman dan terutama kepekaan melihat situasi sehingga dapat menemukan ide penelitian yang menarik.

Selanjutnya adalah 'action research', mulai dari merancang desain penelitian, membuat/menentukan instrumen dan akhirnya meneliti. Memang agak perlu waktu dan tenaga. Namun, karena masalah yang kita teliti adalah bagian keseharian jadi bisa dikerjakan secara paralel.

Poin kedua, bagaimana menulis karya ilmiah dengan bahasa yang menarik, mengalir sehingga enak dibaca tanpa mengurangi kaidah ilmiah. Karya ilmiah berbasis penelitian cenderung disajikan secara kaku sehingga segmen pembacanyapun menjadi terbatas. Memang tidak mudah menyajikan materi berat dengan bahasa yang mengalir lancar dan enak dibaca. Ini tidak bisa instant, perlu latihan terus menerus karena menulis memang perlu ketrampilan. Di sisi lain ada baiknya jika pengelola jurnal ilmiah tidak merepakan aturan yang terlalu kaku dalam penulisan karya ilmiah.

Dari itu semua kuncinya memang 'semangat' atau motivasi. Dan motivasi ini bisa datang dari luar. Saya sendiri melakukan ini karena 'panas' alias dikompori oleh keadaan. Pertama kali saya dan teman saya guru Madrasah mengikutkan hasil penelitian di temu ilmiah psikologi dengan mencantumkan identitas guru MAN. Panitia tanpa bertanya menambahkan huruf 'S' di depan MAN jadilah kami dikenalkan sebagai guru SMAN. Ini yang membuat saya dan teman saya 'panas', ternyata guru madrasah diragukan ikut even ilmiah. Dari situ saya bertekad untuk terus meneliti dan mengikutkan hasil penelitian saya di even ilmiah tujuannya pada awalnya memperkenalkan madrasah. Sekarang saya menikmati.

Jakarta, suatu siang.

Kamis, 01 Maret 2012

Silahkan duduk di depan

Sudah menjadi kebiasaan dimana-mana sepertinya (setidaknya yang pernah aku temui), bahwa deretan tempat duduk di depan biasanya paling akhir terisi dan dibiarkan kosong jika tempat duduk berlebih. Kebiasaan ini terjadi dimana-mana termasuk di ruang-ruang kelas. Untuk mengatasi masalah tersebut, sekolah-sekolah tertentu (biasanya sekolah bagus) memberi nomor kursi/meja dan nomor siswa, sehingga siswa akan duduk sesuai nomor kursinya yang kadang tempatnya bisa dipindah-pindah. Cara lain dengan menyediakan kursi/meja pas sejumlah siswa, sehingga tidak ada yang memilih duduk di belakang.

Jika kondisi-kondisi tersebut tidak ada, guru mesti mencari cara agar siswa memenuhi tempat duduk di depan. Aku sendiri cenderung "membiarkan" siswa memilih tempat duduk yang menurut siswa paling nyaman. Aku juga tidak alergi dengan keberisikan mereka pada saat dirasa pembelajaran tidak akan terganggu oleh suara-suara. Hanya pada saat-saat tertentu seperti ketika penanaman konsep yang membutuhkan konsentrasi aku meminta mereka duduk di depan dan tenang.

Seperti hari ini pada saat akan penanaman konsep jurnal, ada dua deret meja/kursi di depan yang tidak terisi karena ada siswa yang tidak masuk. Lalu dengan rileks aku bilang ke murid-murid saya: "yang bersedia duduk di depan, ibu do'ain ilmunya barokah". Alhamdulillah, kata-kata itu rupanya cukup manjur, bahkan sebelum kalimat itu benar-benar berakhir murid-murid yang duduk di belakang berlari pindah ke depan.

Pelajaran dari itu, kata-kata yang diucapkan dengan ikhlas dan dari hati akan sampai ke hati. Pemilihan kata-kata dan sikap yang tepat dan baik bisa sangat mudah mempengaruhi siswa. Guru/orang tua tidak bisa menghindar dari saat-saat harus 'menyuruh' atau meminta siswa/anak untuk melakukan apa yang kita kehendaki. Cara yang tepat dalam meminta/menyuruh sangat menentukan kesediaan/keikhlasan siswa/anak memenuhi permintaan kita.

Alhamdulillah, sungguh tidak ada yang sia-sia dari setiap kejadian.

Salam

Madrasah Aliyah Negeri 14 Jakarta, 1 Maret 2012

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...