Minggu, 14 Agustus 2011

Penyebab Kematian Hati dan Do’a Kita yang tidak Dikabulkan Allah.

Dalam Al Qur’an surah Gafir ayat 60 Allah berfirman yang artinya: “berdo’alah kepadaKu, niscaya akan aku perkenankan bagimu/kabulkan do’amu….”. Jika memang Allah menyuruh kita memohon kepadaNya dengan janji akan dikabulkan, mengapa do’a2 kita tidak juga dikabulkan. Menurut Ibrahim bin Adham seorang ulama sufi, penyebab tidak terkabulnya do’a-do’a kita adalah kematian hati kita. Berikut ini 10 penyebab kematian hati, yang menyebabkan do’a-doa kita tidak dikabulkan Allah SWT:
1. Kita mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak Allah.
Sejak kita lahir ke dunia, Allah sudah memenuhi hak-hak kita sebagai manusia. Alam semesta dan seisinya, kasih sayang orang tua dll adalah diantara hak kita sebagai manusia yang sudah diberikan semenjak kita lahir. Hak Allah yang merupakan kewajiban kita manusia baru dituntut semenjak usia baligh. Maka sudah seharusnya kita tidak melalaikan kewajiban kita mengingat jika dihitung-hitung masih lebih banyak hak yang kita terima disbanding kewajiban kita.

2. Kita membaca Al Qur’an tapi tidak mengamalkannya.
Memang baik dan dianjurkan banyak membaca Al Quran apalagi dengan bacaan yang indah, namun yang lebih penting dan lebih baik adalah mengamalkan isi kandungan Al Quran. Karena seperti diriwayatkan ketika sahabat bertanya seperti apa akhlak nabi, maka jawabnya adalah akhlak Rasulullah adalah Al Quran. Jadi seluruh isi Al Quran sebenarnya adalah tuntunan berakhlak mulia baik sebagai individu maupun social.

3. Kita mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kita mengikuti jejak dan perintahnya, bahkan secara tidak langsung menjadi perpanjangan tangan seta. Naudzubillah. Pak ustadz memberi contoh adalah pacaran sebelum menikah (asmara subuh di beberapa kota), dll.

4. Kita mengaku mencintai Rasulullah, tetapi suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya. Bahkan, bukannya mengikuti sunnah Rasulullah yang terjadi malah menambah-nambahkan apa yang tidak dicontohkan Rasulullah alias bid’ah. Ini bisa terjadi dalam ibadah maupun muammalah.

5. Kita sangat menginginkan surga, tapi tak pernah melakukan amalan ahli surga. Syarat untuk masuk syorga adalah taqwa. Salah satu amalan calon penghuni syorga adalah sedikit tidur di waktu malam, dan memohon ampun kepada Allah di akhir malam (QS. Az Zariyat;, 17-18). Akhir malam/sepertiga malam terakhir adalah waktu yang istimewa untuk berdekatan dengan Allah, saat diijabahnya do’a-do’a. Rasulullah yang mulia saja, setiap hari minimal beristighfar 100 kali, kita manusia yang seringkali berbuat kesalahan mestinya lebih banyak memohon ampun. Oleh karena itu jika kita menginginkan sorga, perbanyaklah sholat malam.

6. Sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri. Yang ini diantara contohnya adalah ghibah, bahkan ada ghibah yang dijadikan tontonan rame-rame sepertin infotainment. Dalam skala lain, banyak tokoh/potisi/bahkan penceramah agama yang mengusung pesan menjelek-jelekkan orang lain yang tidak seide/sealiran dengannya. Bahkan sengaja mencari-mencari aib orang lain untuk mencapai ambisi pribadi. Naudzubillah.

7. Takut dimasukkan ke dalam neraka, namun dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka. Amalan ahli neraka adalah melakukan apa-apa yang dilarang Allah, dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan Allah. Contohnya banyak sekali.

8. Yakin bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.

9. Sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”
No 8 dan 9 hampir sama, seringkali kehidupan dunia melalaikan kita dari mengingat akhirat. Terlalu asyik dengan kegiatan memperoleh dunia sehingga kurang/bahkan tidak menyisakan waktu untuk mengingat akhirat. Contoh, tidak segera memenuhi panggilan adzan saat tiba waktu shalat, dll.
10. Setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian mensyukuri nikmat-Nya.
Mensyukuri nikmat rezeki dari Allah tidak cukup sekedar membaca hamdalah, namun juga dengan memenuhi hak orang orang lain atas rezeki yang kita terima.

Demikian rangkuman kuliah subuh oleh ustadz dari yayasan Khairu Ummah. ( maaf lupa namanya). Semoga bermanfaat.

Wassalam.

Kamis, 21 Juli 2011

Analisis Butir Soal Kuantitatif

Analisis kuantitatif disebut juga sebagai validitas empiris (empirical validity). Soal yang baik adalah soal yang valid dan reliabel. Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya koefisien reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes.
Hasil analisis secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal dapat membedakan antara peserta tes yang kemampuannya tinggi dengan peserta tes yang kemampuannya rendah. Informasi lainnya adalah bagaimana soal dapat membedakan antara individu maupun antar kelompok.

Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan meliputi parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas.


Tingkat Kesukaran Butir Soal

Pada analisis butir soal secara klasikal, tingkat kesukaran (p) dapat diperoleh dengan beberapa cara antara lain:
1. skala kesukaran linear,
2. skala bivariat,
3. indeks Davis
4. proporsi menjawab benar
Cara yang paling mudah dan umum dan paling umum digunakan adalah skala rata-rata atau proporsi menjawab benar atau proportion correct (p), yaitu jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhnya. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran (p) ini adalah:

p = ∑B

Ν

p = proporsi menjawab benar pada butir soal tertentu
∑В = banyaknya peserta tes menjawab benar
N = jumlah peserta tes yang menjawab

Contoh:

Misalnya dari 100 orang peserta tes, jumlah yang dapat menjawab benar pada soal nomor 1 adalah 70 siswa. Dengan demikian maka ”proportion correct” atau tingkat kesukaran (p) soal itu adalah:

70
p = ─- = 0,70
100

Tingkat kesukaran sebenarnya merupakan ukuran kemudahan soal karena makin tinggi indeks tingkat kesukaran (p) maka makin mudah soalnya dan sebaliknya makin rendah tingkat kesukaran (p) makin sulit soalnya. Dengan demikian makin tinggi nilai p makin mudah soal tersebut.


Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0 sampai dengan 1. Tingkat kesukaran dikategorikan menjadi tiga bagian seperti nampak pada table berikut ini:

Proportion Correct (p) Kategori Soal
p > 0,70 Mudah
0,30 ≤ p ≤ 0,70 Sedang
p < 0,30 Sukar

Suatu soal kadang-kadang dikategorikan ke dalam ekstrim sukar yaitu apabila p mendekati nol dan ekstrim mudah yaitu apabila p mendekati satu.

Daya Pembeda Soal

Daya pembeda atau daya beda suatu soal berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Tujuan dari pengujian daya pembeda adalah untuk melihat kemampuan butir soal dalam membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah.

Salah satu cara untuk mengetahu daya pembeda soal adalah dengan menghitung korelasi point biserial maupun korelasi biserial adalah korelasi product moment yang diterapkan pada data, variable-variabel yang dikorelasikan sifatnya masing-masing berbeda satu sama lain. Variabel soal bersifat dikotomi sedangkan variable skor total atau sub skor total bersifat kontinum. Variabel soal dinamakan dikotomi karena, skor-skor yang terdapat pada soal hanya ada satu dan nol. Seperti halnya pada bentuk soal pilihan ganda, soal yang benar diberi angka satu dan yang salah diberi angka nol. Variabel skor total atau sub skor total peserta tes bersifat kontinum atau non dikotomi yang diperoleh dari jumlah jawaban yang benar.

c. Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes (test reliability) adalah suatu hal yang sangat penting pada alat pengukuran yang standar. Reliabilitas dihubungkan dengan pengertian adanya ketepatan suatu tes dalam pengukurannya. Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari suatu pengukuran ke pengukuran lainnya. Jadi reliabilitas dapat dikatakan sebagai tingkat konsistensi atau kemantapan hasil dari hasil dua pengukuran terhadap hal yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama apabila pengukuran itu diulangi. Dengan perangkat tes yang reliabel, apabila tes itu kita berikan dua kali pada orang yang sama tetapi dalam selang waktu yang berbeda, sepanjang tidak ada perubahan kemampuan, maka skor yang diperoleh akan konstan.

Uji validitas dan reliabilitas dapat dilakukan denganuji statistik menggunakan software-software statisik, maupun program Excel.

Demikian, semoga bermanfaat.

Minggu, 15 Mei 2011

Pendidikan dan Lari Marathon

Jika diibaratkan lari, dunia pendidikan adalah jenis lari marathon. Jenis lari ini menempuh jarak jauh dan memerlukan daya tahan prima. Pelari-pelari marathon berbeda gaya dan strategi dengan jenis pelari jarak dekat. Jika pelari jarak dekat dijuluki sprinter atau manusia tercepat, pelari marathon tidak mendapat julukan ini. Meskipun dalam lari marathon kecepatan juga mendapat penilaian, namun strategi menjadi tercepat berbeda dengan lari jarak dekat. Dalam lari marathon, pelari cenderung menjaga kecepatan konstan. Kecepatan konstan sangat penting bagi pelari marathon untuk menjaga stamina sehingga dapat menyelesaikan seluruh putaran.

Mengapa pendidikan jika diibaratkan lari adalah lari marathon karena dalam pendidikan, tujuan dan hasil-hasil pendidikan tidak dapat diperoleh secara instan. Seperti lari marathon yang menurut sejarahnya bukanlah sekedar lomba lari, tapi berlari untuk mencapai tujuan, demikian juga proses pendidikan. Menurut riwayatnya, lari marathon diilhami oleh kisah utusan Athena 'Pheidippiddes' yang berlari tanpa henti selama 26 mil atau 42.195km dari kota Marathon menuju Athena untuk mengabarkan kemenangan tentara Athena atas Persia. Setelah mengabarkan kemenangannya, kemudian ia pun tewas karena keletihan. Versi lain mengatakan bahwa PHEIDIPPIDES sebetulnya dikirim ke Sparta untuk minta bantuan dengan berlari selama dua hari untuk menempuh jarak 240km. Apapun versinya, lari marathon diilhami oleh kegiatan lari jarak jauh untuk mencapai tujuan.

Pendidikan adalah proses panjang yang bertujuan. Bahkan, dikatakan bahwa pendidikan adalah proses sepanjang hayat. Seperti lari marathon, diperlukan daya tahan untuk melalui proses panjang pendidikan baik mengajar maupun belajar.
Para pelaku pendidikan (terutama pendidik) mesti memiliki gaya dan strategi pelari maraton untuk bisa keluar sebagai pemenang alias mencapai tujuan pendidikan. Gaya itu adalah; berlari. Berlari berbeda dengan berjalan, berlari memberi kesan semangat, kesungguhan, keinginan kuat untuk segera mencapai tujuan. Dan, lari marathon berbeda dengan lari jarak dekat, diperlukan konsistensi kecepatan dan stamina jangka panjang dalam lari marathon.

Oleh karena itu pelaku pendidikan mesti memiliki semangat dan gaya pelari marathon dalam melalui proses pendidikan. Sangat tidak baik jika pelaku pendidikan menggunakan gaya sprinter alias manusia tercepat. Jika gaya ini yang dipilih, yang terjadi adalah proses pendidikan yang tidak konsisten alias "hangat-hangat tahi ayam". Pada saat sedang semangat bisa melaju sangat cepat, kemudian melemah bahkan berhenti sama sekali. Lalu semangat lagi, melaju lagi dan berhenti lagi. Ketidakkonsistenan dalam pendidikan menimbulkan kebingungan dan ketidakjelasan karakter yang hendak dibentuk.

Seperti apa pelaku-pelaku pendidikan di sekitar kita. Mari kita evaluasi diri, karena setiap kita adalah pelaku pendidikan dari sekolah kehidupan. Terlebih lagi, jika profesi kita adalah pendidik. Tanpa kemampuan untuk konsisten, sebaiknya kita evaluasi keterlibatan kita sebagai pendidik. Karena, dikhawatirkan hanya akan mengajarkan ketidakkonsistenan sikap dan kebingungan atas segala sesuatu yang diajarkan.

Arcadia, renungan masih di bulan pendidikan.

Sabtu, 14 Mei 2011

IPA minded

Seorang bapak calon orang tua siswa mempertanyakan urgensi dan manfaat pelajaran-pelajaran IPA (fisika, kimia, biologi, matematika) sehingga sepertinya begitu diutamakan di sekolah. Saya yang kebetulan memandu acara merangkai kata-kata untuk menjawab pertanyaan tersebut. Saya berkata; bahwa pelajaran-pelajaran IPA membutuhkan penalaran untuk memahaminya. Rumus-rumus matematika, fisika, kimia diajarkan untuk melatih siswa menyelesaikan soal dengan langkah-langkah tertentu. Pembelajaran ini melatih siswa menggunakan kemampuan logika dan membentuk pola fikir siswa. Pada saatnya siswa terjun ke masyarakat, rumus-rumus tersebut tidak bermanfaat secara langsung, namun kemampuan penalaran dan sistematika pola fikir siswa bermanfaat untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan. Siswa belajar menemukan sebab, menyelesaikan tahap demi tahap dan menemukan jalan keluarnya. Ketekunan dan daya juang siswa proses penyelesaian soal-soal mata pelajaran IPA diharapkan membentuk karakter tekun dan pantang menyerah siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan nantinya.

Lalu dimana urgensi mata pelajaran IPS? Sebelum si Bapak itu bertanya saya berkata; bahwa seharusnya pembelajaran IPS-pun dapat membentuk pola fikir dan kemampuan penalaran siswa. Namun sayangnya dalam praktek pembelajaran IPS cenderung 'menghafal' sehingga kurang memanfaatkan daya nalar siswa. Kemampuan guru mata pelajaran IPS untuk meramu materi sehingga menggugah rasa ingin tahu dan daya nalar siswa masih terbatas.

Dalam hati bertanya-tanya, apakah itu jawaban murni apa "apologis", pembenaran dari program sekolah yang IPA minded. Lalu jika benar bahwa pembelajaran IPS cenderung "hanya" menghafal, alangkah ruginya para siswa menghabiskan tenaga, waktu dan biaya belajar IPS? Sekedar tahu nama-nama pahlawan, tanggal-tanggal penting sejarah, kondisi sosiologis suatu masyarakat, atau pengetahuan sekedar tahu tersebut.

Jika urgensi dan manfaat beberapa pelajaran tertentu kurang signifikan sebaiknya ada pembenahan struktur kurikulum. Terlalu banyak beban kurikulum yang harus diterima siswa. Habis waktu siswa di sekolah hanya untuk mengetahui, sesuatu yang di era digital ini sudah sangat mudah perannya digantikan oleh mbah Google.

Hemm... pertanyaan si Bapak diam-diam menggugat.

Rabu, 11 Mei 2011

Silaturahmi

Konon diriwayatkan bahwa orang-orang yang bersilaturahmi "dicemburui" para nabi. Pada suatu saat di akhirat kelak para nabi bertanya-tanya tentang siapakah yang didudukkan dalam singgasana dan mimbar-mimbar itu. lalu Allah SWT menjelaskan, bahwa mereka adalah orang-orang yang rajin menjalin silaturahmi selama hidup di dunia karena Allah. (sumber belum diketahui). Begitu utamanya amalan silaturahmi ini sehingga pelaku-pelakunya akan mendapatkan keutamaan di dunia dan di akhirat.

Sumber-sumber hadits sahih tentang silaturahmi cukup banyak, diantaranya; Nabi saw bersabda : "Maukah kalian aku tunjukkan akhlak yang paling mulia di dunia dan diakhirat? Memberi maaf orang yang mendzalimimu, memberi orang yang menghalangimu dan menyambung silaturrahim orang yang memutuskanmu” (HR. Baihaqi.
Demikian juga dalam hadits yang sudah sangat kita kenali tentang silaturahmi memperbanjang umur dan menambah rizki.
"Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).

Dalam kehidupan kita seperti sekarang, silaturahmi menjadi barang mewah. Setiap hari kita disibukkan dengan urusan pekerjaan dari pagi hingga malam. Waktu libur sabtu dan minggu seringkali dihabiskan di rumah melepas penat seminggu dan bercengkerama dengan keluarga. Nyaris tak bersisa waktu untuk saling menyapa dan bersilaturahmi dengan kerabat dan teman jauh. Bahkan adakalanya tetangga dekat sakitpun kita tidak tahu.

Selain karena alasan klise kekurangan waktu, seringkali kita tidak bersilaturahmi karena kultur kehidupan masyarakat yang cenderung mengarah pada privasi. Orang akan bertemu, menelepon ataupun sekedar berkunjung ke kerabat meski harus membuat janji terlebih dahulu. Jika tidak, niat baik silaturahmi bisa jadi berakhir tidak baik karena yang akan kita temui sedang tidak ingin diganggu misalnya. Atau bahkan dalam diri kita lambat laun tertanam pola pikir 'nafsi-nafsi' alias tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Sehingga kita membatasi diri bergaul dengan orang lain bahkan timbul kecurigaan pada orang-orang yang hendak silaturahmi.

Namun menyimak keutamaan silaturahmi di atas, seyogyanya kita kembali menggalakkan silaturahmi. Sesibuk-sibuknya kita mari kita luangkan waktu untuk sekedar menyapa dan menanyakan kabar. Bila perlu sambil membawa bingkisan. Bahkam dalam era kemudahan komunikasi sperti sekarang, kita dapat memanfaatkan berbagai kemudahan tersebut untuk bersilaturahmi. Jika kita merasa malas dan capek, ingat-ingat keutamaan silaturahmi sehingga kita bersemangat kembali untuk bertemu dan kunjung mengunjungi.

Selasa, 10 Mei 2011

Kompetisi

Persaingan alias kompetisi ada dimana-mana dan kapan saja. Mulai dari kecil bahkan untuk masuk sekolah dasar saja anak-anak sudah harus melalui kompetisi. Daya tampung sekolah lebih sedikit dibandingkan jumlah usia sekolah yang ada. Akibatnya anak-anak harus dites. Demikian seterusnya ketika masuk SMP, SMA, perguruan tinggi, bahkan setelah lulus dan berusha mendapat pekerjaan. Tidak ada yang tidak berkompetisi.

Dalam setiap kompetisi pasti ada yang berhasil dan ada yang gagal. Dalam kompetisi yang fair, yang berhasil memang memiliki kompetensi melebihi kompetitornya. Kompetensi bisa didapat karena pendidikan, pengalaman, juga persiapan yang lebih dalam segalanya. Bagi yang gagal, jika bersedia mengevaluasi diri secara jujur bisa jadi memang pesiapannya kurang atau memang kemampuannya terbatas. Oleh karena itu kompetisi yang sehat mengahsilkan kemenangan maupun kegagalan yang sama-sama diterima dengan lapang hati.

Menyadari itu, seyogyanya kita berusaha menemukan dan mengaktualisasikan potensi terbaik kita masing-masing. Berusaha sebaik mungkin, pantang menyerah dan biarkan dunia menilai kelayakan kita.

Kegagalan memang mengecewakan

Meskipun pasti bahwa setiap manusia pernah dan mungkin akan mengalami kegagalan, tetap saja kosa kata satu ini menimbulkan ekspresi duka. Secara fisik terlihat dari raut muka masam, sorot mata layu, langkah gontai dan tak bergairah. Bahkan dalam kondisi ekstrim, kegagalan berpengaruh terhadap kesehatan badan. Tiba-tiba perut berasa mual, mules, dada sesak, fikiran pusing, jantung berdegup tak tentu iramanya.

Ada orang yang bisa cepat keluar dari efek negatif kegagalan bahkan menjadikannya sebagai titik balik mencapai keberhasilan. Namun tidak jarang orang terpaku diam dan berlama-lama meratapi kegagalan. Apakah kita akan menjadi seperti yang pertama atau yang kedua dalam menghadapi kegagalan, tergantung keyakinan dan keikhlasan kita menerima hitam-putihnya kehidupan.

Selain masalah keyakinan, sedikit banyak cara kita menghadapi kegagaln dipengaruhi pola pendidikan di masa kecil dan kanak-kanak. Ketika mendapati anak kecilnya menangis, secara reflek orang tua menghibur dan berupaya segala cara untuk menghentikan tangisannya. Adakalanya dengan memberikan hadiah makanan kesukaan atau mainan untuk meredakan tangis si anak. Perilaku seperti ini sedikit banyak mendidik anak untuk selalu "menghindari" segala sesuatu yang memngakibatkan kedukaan. Anak diajar untuk melarikan diri dari masalah/kegagalan. Alangkah baiknya jika orang tua tidak sekedar membujuk namun membimbing anak untuk mengenali dan menyelesaikan kegagalan/masalah yang membuatnya menangis. Dengan demikian anak belajar menerima masalah/kegagalan dan berupaya menemukan jalan keluar dari masalah bukan melupakannya dengan permen atau mainan.

Pada kenyataannya hidup ini tidak pernah lurus-lurus saja. Senantiasa menemukan gejolak-gejolak dalam perjalannya. Kemampuan menerima kegagalan sama pentingnya dengan kemampuan menerima keberhasilan. Karena hanya orang-orang yang pernah 'menerima' dan bangkit dari kegagalan-lah yang benar-benar bisa menghargai keberhasilan.

Renungan malam di Arcadia

Kamis, 05 Mei 2011

Sekali lagi Bullying..

Hari ini menghadapi orang tua yang marah dan tidak terima karena anaknya mengalami "kekerasan" mental di sekolah oleh teman-teman sekelasnya sendiri. Si anak sebut saja namanya "Fulan" anak pendiam cenderung tidak berani melawan. Namun, justru kediamannya inilah yang membuat teman-temannya semakin mengolok-ngolok Fulan. Puncaknya, Fulan mogok sekolah dengan alasan sakit yang dibuat-buat.
Kasus serupa pernah terjadi dengan ciri-ciri "korban" yang mirip. Korban lemah secara fisik dan mental, pendiam dan tidak berani membalas.

Dari beberapa kasus yang pernah terjadi, perlu diwaspadai kondisi fisik dan mental anak-anak yang memiliki kecendurangan akan menjadi korban bullying. Anak-anak ini perlu dipanggil dan dimotivasi untuk dapat mengutarakan ketidaksukaanya di'gencet' oleh teman-temannya. Jika ditelusuri lebih lanjut, anak korban bully seringkali mengalami episode pendidikan di masa kecil di rumah yang kurang tepat. Diantaranya, keluarga secara tidak sadar menuntut lebih dari batas kemampuan anak, dan jika anak tidak mencapai keinginan keluarga, maka anak diejek dengan kata-kata hinaan. Hinaan yang sering mengakibatkan anak merasa minder dan yakin bahwa dirinya memang lemah dan tidak mampu. Perlu usaha ekstra keras menumbuhkan kembali rasa percaya diri anak-anak tipe ini. Bagi anak-anak seperti ini perlu "diwajibkan" agar mereka memilih salah satu kegiatan ekskul yang sesuai dengan minatnya. Aktif di satu kegiatan yang menyenangkan dan sesuai minat diharapkan dapat membantu mengembangkan eksistensi anak.

Bagi para pelaku bullying, siswa yang merasa "lebih" sehingga semena-mena terhadap temannya, perlu juga dipanggil khusus untuk diketahui riwayat pendidikan dan masalah sebenarnya yang dia hadapi. Seringkali anak-anak pelaku bully jika dirunut adalah anak-anak yang memiliki tekanan masalah di rumah atau di teman pergaulannya yang lain. Tekanan tersebut dilampiaskan kepada temannya yang secara fisik dan mental lebih lemah dan tidak berani melawan. Dengan diketahui masalah sebenarnya yang dihadapi, guru dapat membantu siswa tersebut menyelesaikan masalahnya dan pada akhirnya berhenti membully temennya.

Maraknya kasus bullying di sekolah, menjadi PR guru dan sekolah secara umm untuk mencegah, melindungi dan terutama berkomitmen untuk menciptakan sekolah ramah anak.

Sabtu, 30 April 2011

Menangislah Nak...

Teringat pagi-pagi, salah seorang siswa nampak murung dan tidak konsen belajar. Tak lama sebelum jam pelajaran usai, tiba-tiba dia mendekat dan terisak: "ibu, orang tua saya akan berpisah, saya ikut siapa?". Lalu air matanya deras mengalir. Terhenyak menyaksikan sinar duka dimatanya. Oh Tuhan, duka ini terlalu berat dia tanggung. Menangislah nak.. (sambil diam-diam ibu simpan air mata ibu untukmu..).
Barangkali inilah salah satu sebab, mengapa perceraian itu meskipun boleh, namun merupakan tindakan yang dibenci oleh Allah.

Dalam setiap perpisahan orang tua, anak-anak selalu menjadi pihak yang paling menderita. Adakah para orang tua menyadari ini. Tidak perlu disurvei, pasti setiap anak lebih senang berkumpul dengan kedua orangtuanya. Tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang utuh adalah idaman setiap anak.

Mengapa di zaman sekarang, mudah sekali sepertinya pasangan suami istri bercerai? Tidak melihat kaya atau miskin, muda atau tua, rakyat biasa atau tokoh, bahkan tokoh agama. Tidakkah mereka tahu bahwa ikatan pernikahan sama kuatnya dengan ikatan antara Tuhan dan para nabi. Memang ada perceraian yang hukumnya mubah bahkan wajib, yaitu ketika pasangan murtad dari agama, atau melakukan tindakan penganiayaan baik mental maupun fisik yang mengancam jiwa.

Agama sudah memberi tuntunan dalam pernikahan, mulai dari memilih pasangan hidup hingga menjalaninya. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:"sebaik-baik laki-laki adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istri". Demikian juga tuntunan bagaimana seorang istri harus bersikap. Kisah-kisah bagaimana seharusnya rumah tangga dijalankan juga banyak dicontohkan oleh Nabi, para sahabat, dan penerus-penerusnya. Insya Allah, jika pasangan mencintai atau membenci karena Allah, seberat apapun maslah dalam pernikahan dapat diselesaikan. Wallahu'alam.

Rabu, 27 April 2011

Pendidikan oh pendidikan...

Hari ini mendapat pelajaran tentang pendidikan setelah menyaksikan pentas tunggal anak-anak teater yang berbakat dan prima dalam berakting. Mereka tampil penuh penghayatan dan percaya diri. Saya bahkan sempat meneteskan air mata melihat kemampuan mereka berakting. Mengapa saya sedemikian terharu? Saya menyadari betapa Allah maha adil. Sementara kita manusia sering tak adil dalam menilai seseorang. Bahkan pendidikan-pun tidak adil dalam menilai kemampuan peserta didik. Meskipun dunia pendidikan mengenal ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, namun dalam prakteknya proses balajar dan penilaian hasil belajar berpusat pada ranah kognitif atau kemampuan akademik saja.

Kemampuan dan bakat prima anak-anak teater tersebut hampir tidak ada kaitannya dengan hasil belajar apalagi kelulusan. Sehebat apapun mereka berakting jika skor mata pelajaran tak mencapai standar minimal maka mereka dianggap tidak kompeten bahkan tidak lulus. Faktanya, keseharian belajar anak-anak berbakat tersebut pas-pasan bahkan cenderung kurang. Dunia teater yang menunjukkan eksistensi dan kapasitas mereka sebagai manusia seniman hampir tidak ada artinya berhadapan dengan ujian nasional misalnya. Sungguh ironi.

Pendidikan yang baik seharusnya dapat mengembangkan semua potensi anak didik dan menjadi ajang untuk mereka tumbuh menjadi seperti potensinya. Pendidikan yang baik bukanlah seperti pabrik yang menghasilkan produk sama dan seragam. Pendidikan yang baik seharusnya menyadarkan kita semua bahwa setiap manusia unik. Sayangnya pendidikan kita masih seperti produk masal, sehingga bahan, resep, cara membuat dan produk yang dihasilkan harus sama.Pendidikan kita masih belum memberi ruang untuk menggali dan mengembangkan potensi masing-masing peserta didik.


Pendidikan oh pendidikan...

Senin, 25 April 2011

Analisis Butir Soal (kualitatif)

Analisis butir soal merupakan langkah yang harus dilalui sebelum tes digunakan, agar soal atau item tes dapat berfungsi dengan baik. Ada dua jenis analisis butir soal yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif sering juga disebut sebagai validitas logis (logical validity) yaitu analisis soal ditinjau dari segi teknis, isi, dan editorial. Analisis teknis yaitu penelaahan soal berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran dan format penulisan soal. Dalam analisis teknis ini ditelaah kaidah konstruksi alat tes misalnya telaah kesinambungan konstruk, kisi-kisi dan soal tes. Selain itu juga ditelaah kaidah-kaidah penulisan soal baik soal pilihan ganda maupun soal essay seperti telah ditetapkan oleh Kemdiknas.

Analisis isi yaitu penelaahan soal berkaitan dengan kelayakan pengetahuan/content soal. Dalam hal ini soal akan dianalisis kelayakan isinya, yaitu kesesuaian antara kompetensi yang diharapkan, materi yang diajarkan dengan soal. Perlu juga dalam analisis ini ditelaah kesesuaian antara tahapan berfikir yang dituntut indikator soal dengan isi/konten soal.

Analisis editorial atau disebut juga analisis bahasa, yaitu penelaahan terhadap bahasa yang digunakan dalam soal apakah sesuai atau tidak dengan EYD. Penggunaan bahasa yang sesuai kaidah tata bahasa Indonenisa dalam soal misalnya menghindari penggunaan istilah dalam bahasa daerah tertentu, maupun bahasa pergaulan. Demikian juga dihindarkan penggunaan bahasa/istilah yang berbau pornografi dan SARA. Dalam analisis editorial juga perlu ditelaah keseluruhan format dan konsistensi editorial soal yang satu ke soal yang lainnya.

Siapa yang berhak melakukan analisis kualitatif butir soal? Jika memungkinkan analisis kualitatif ini dilakukan oleh tim yang memiliki kualifikasi:
1. menguasai materi yang diujikan,
2. menguasai teknik penulisan soal, dan
3. menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Jika tidak memungkinkan ada ketiga tenaga yang ahli dalam bidang tersebut, maka analisis kualitatif dapat dilakukan oleh guru lain dalam rumpun mata pelajaran sejenis yang memiliki tambahan kemampuan dalam hal bahasa dan konstruksi alat tes.

Setelah dilakukan analisis butir soal secara kualitatif, langkah berikutnya adalah analisis butir soal secara kuantitatif. Insya Allah akan dibahas di tulisan berikutnya.

(dari berbagai sumber)



Sabtu, 23 April 2011

Bocoran Kunci Jawaban

Saat berlangsungnya Ujian Nasional seperti sekarang ini, banyak beredar bocoran kunci jawaban yang entah bersumber darimana,namun kesannya meyakinkan. Masing-masing kunci dilengkapi dengan kode paket soal dan beberapa jawaban yang dibiarkan kosong dengan alasan soal salah atau memberi ruang siswa untuk berfikir sendiri. Siswa yang cerdas tidak mentah-mentah menerima kunci jawaban tersebut.Mereka mengerjakan sendiri soal ujian dan mencocokkan hasilnya dengan bocoran kunci jawaban yang diterima. Jika hasilnya banyak yang sama barulah dia memanfaatkan kunci tersebut. Tidak selalu demikian jika yang menerima bocoran kunci jawaban anak yang kurang cerdas. Mereka menerima mentah-mentah dan menyalin habis di lembar jawaban. Tak ayal, banyak siswa tidak lulus UN gara-gara salah memanfaatkan bocoran kunci jawaban.

Demikian juga halnya dengan ujian kehidupan. Setiap manusia pasti mendapat ujian kehidupannya masing-masing. Ada yang mendapat ujian kekurangan harta, ujian anak, ujian pasangan, ujian keberlimpahan rezeki, ujian kecantikan atau ketampanan, dan sebagainya. Bahkan para nabi kekasih Allahpun juga mengalami ujian yang maha berat.

Masing-masing kita menyelesaikan ujian-ujian tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Dan seperti ujian nasional, dalam ujian kehidupan kehidupan ini ada yang lulus dengan nilai gemilang, ada yang lulus dengan nilai pas-pasan bahkan juga ada yang tidak lulus sehingga membuatnya harus mengulang ujian yang sama atau putus asa.

Mengapa dalam ujian kehidupan ini ada yang sampai tidak lulus, tentu karena jawabannya salah. Kurang bersungguh-sungguh menggunakan segala kemampuan fikir, dzikir dan ikhtiar. Bisa juga karena mendapat bocoran jawaban dari sumber yang salah dan menyesatkan. Sehingga ujian yang dihadapi berlarut-larut seperti tanpa ada jalan keluar. Bocoran jawaban yang salah tersebut diantaranya bersumber dari hasil pemikiran manusia yang terbatas.

Sesungguhnya Allah SWT sudah mengirimkan bocoran kunci jawaban juga kisi-kisi atas semua bentuk ujian kehidupan. Itulah Al Quranul Karim. Kumpulan semua jawaban masalah kehidupan. Sungguh luar biasa andai kita memahami kandungan Al Qur'an. "Tidaklah manusia diuji kecuali sesuai kesanggupannya" dan pasti "dibalik kesulitan (ujian) pasti ada kemudahan." Insya Allah dengan berpegang pada petunjuk Al Quran semua ujian kehidupan dapat dilalui dengan lancar. Lulus dengan nilai terbaik.
"Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat." (QS. Al Hijr; 56.


Kamis, 21 April 2011

Tidak Ada yang Kebetulan

Ini salah satu kisah lama yang meyakinkanku bahwa hidup ini tidak ada yang kebetulan.Awal tahun 2000, dengan ijin Allah SWT saya berkesempatan menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya. Waktu itu ikut rombongan biro Haji Dewan Dakwah Islamiyah Jakarta, rombongan haji reguler. Alhamdulillah perjalanan lancar hingga sampailah kami di Makkah Al Mukaramah. Sebagai jama'ah haji yang masih dianggap muda waktu itu, biro merencanakan menempatkanku sekamar dengan 2 ibu tua dan satu teman sebaya dengan harapan masing-masing kami yang muda menjaga dan membantu ibu-ibu tersebut.

Namun begitulah, apa yang direncanakan tidak selalu sesuai dengan fakta di lapangan. Sesampai di pondokan ternyata kapasitas kamar tidak sesuai jumlah rombongan. Lagi-lagi sebagai jama'ah yang dianggap muda, saya dan teman sebaya diminta mengalah dan menunggu hingga pembagian kamar beres. Lama menunggu tidak juga ada kepastian dimana kami akan menginap. Sampai ada salah satu jama'ah yang saya tahu kemudian bernama ibu Imas adalah ustadzah dari Tasik menawarkan kami bergabung di kamarnya. Jadilah kami ber-sepuluh dalam satu kamar!

Di kamar yang seharusnya berkapasitas 6 orang itu, kami jamaah haji perempuan mulai saling berkenalan dan menjalani aktifitas. Masing-masing kami mendapat jatah satu kasur tidur lipat, dan satu jeda lantai untuk menaruh kopor dalam posisi berdiri. Namun, seiring berjalannya waktu indahnya kebersamaan tercipta di kamar kami.

Sebelah kanan persis kasur tidurku adalah kakak beradik yang berangkat haji dengan suami masing-masing. Sang kakak adalah doktor psikologi lulusan Ausie, sang adik adalah profesional muda di salah satu bank di Jakarta. Kami bertiga dalam posisi sejajar. Di seberang kami berjajar 3 jamaaah lain, sehingga ketika tidur posisi kami beradu kaki dengan mereka. Bu Imas dan empat jamaah lainnya berjajar di sisi kiri kamar. Hemm, semua masih tergambar dengan jelas meski sudah 11 tahun lewat.

Keberadaan bu Imas yang ustadzah dan ibu psikolog yang juga pengasuh rubrik psikologi di majalah wanita terkenal inilah yang menjadikan kamar kami kamar pendidikan. Setiap saat obrolan-obrolan ringan berubah menjadi diskusi yang bermakna. Salah satu obrolan itu, adalah ketika si Ibu psikolog menyarankan saya jika mau kuliah S2 ambil saja di UI tempat dia bekerja sebagai dosen. Tentu saja saya yang saat itu wanita tanpa pekerjaan, tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa tidak membayangkan dan berharap.

Rupanya obrolan itu dicatat malaikat. Tahun 2006, Enam tahun kemudian saya berkesempatan mengikuti tes beasiswa S2, dan satu-satunya jurusan yang boleh saya pilih sesuai persyaratan adalah fakultas psikologi UI. Alhamdulillah saya diterima, dan apa yang sudah dicatat malaikat harus terjadi. Saya bertemu lagi dengan ibu psikolog teman sekamar di Makkah Al Mukaramah sebagai dosen saya. Ibu psikolog itu adalah Winarini W Dahlan, pengasuh rubrik psikologi di majalah Kartini.

Subhanallah wal hamdulillah, maha Suci Allah yang tidak pernah sia-sia dalam perkataan dan perbuatan. Bagi saya,kejadian ini membuktikan bahwa dalam hidup ini tidak yang kebetulan. Apa yang terjadi adalah apa yang disebabkan oleh fikiran, perkataan dan perbuatan kita sebelumnya. Tugas kita adalah berbuat dan berbuat, memperbanyak sebab untuk apa yang akan terjadi di masa depan yang kita tidak ketahui terjadi oleh sebab yang mana. Wallahu'alam.

Jum'at, suatu siang di Arcadia.

Panggil aku Kartini saja

Kartini, nama yang sederhana entah apa artinya. Wajahnya ayu, senyumnya lembut. Meski usianya baru 20an, matanya bersinar lebih dewasa dari usianya. Begitulah gambar sosok Kartini yang kita kenali dari fotonya. Namun, tidak sesederhana namanya, pemikiran Kartini jauh melampui zamannya. Bahkan seorang laki2pun pada masanya belum tentu memiliki pemikiran sejauh itu.

Apa yang membedakan Kartini sehingga sosoknya layak dijadikan pahlawan. Sebagai perempuan, Kartini tidak berdiam diri. Tembok kamar yang memasung kebebasannya tidak menjadi penghalang bagi fikiran-fikiran bebasnya.Dan Kartini menulis, menuliskan kegelisahannya, pertanyaan-pertanyaannya juga ide-idenya tentang kesempatan belajar bagi perempuan. Kartini membaca, membaca semua buku-buku kiriman sahabatnya, membaca lingkungannya, membaca ketidakadilan perempuan-perempuan dizamannya.Dari itu, pemikiran kartini kian berkembang menembus batas ruang dan waktu.Tidak berhenti disitu, Kartini berupaya mewujudkan mimpinya membangun sekolah khusus perempuan.

Kartini tidak berdiam diri dan pasrah menerima nasib. Kartini membaca dan menulis. Meski keras kemaunnya, Kartini lembut dan menunjukkan sosok keperempuannya. Itulah Kartini yang kita kenang setiap tanggal kelahirannya 21 April.

Sekarang, jika kita ingin mengambil pelajaran dari sosok Kartini, jadilah perempuan yang membaca dan menulis. Milikilah kepedulian terhadap lingkungan sekitar, terhadap ketidak-adilan yang masih kentara meski berbeda wujud dan alasannya. Berbuatlah untuk merubah ketidakadilan itu. Jangan pernah berdiam dan sekedar menerima nasib. Kuatkan tekad dan kemauan,merdekakan fikiran dari segala batasan. Tetaplah bersikap lembut dan mencirikan seorang perempuan dari segi biologis dan fisik, karena yang diperjuangkan Kartini kesamaan pendidikan bukan kesamaan fisik.

Arcadia, 21 April 2011

Rabu, 20 April 2011

Meneliti yuk..

Sejak kecil manusia telah dianugerahi rasa ingin tahu yang tinggi. Eksplorasi tanpa kenal takut kita temui pada sifat anak-anak. Anak-anak menggunakan semua indra untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Maka kita temui anak-anak yang "terkesan" ceriwis tak henti-henti bertanya, hingga anak-anak yang "ngegelatak" kemana-mana mencermati benda/sesuatu yang baru. Rasa ingin tahu tersebut terus berkembang sepanjang usia manusia. Lingkunganlah yang membentuk apakah rasa ingin tahu tersebut berkembang atau mandek.

Seiring perkembangan usia manusia rasa ingin tahu tersebut memerlukan jawaban yang komplek dan rumit. Manusia pada hakekatnya tidak akan berhenti memenuhi rasa keingintahuannya tersebut. Oleh karena itu setiap manusia adalah peneliti.

Penelitian apapun pada dasarnya berawal dari rasa keingintahuan. Memperhatikan lingkungan sehari-hari di rumah, di tempat kerja, di jalanan, dan sebagainya dapat menimbulkan inspirasi untuk ingin tahu lebih dalam tentang segala sesuatu. Rasa keingintahuan ini dalam penelitian dirumuskan menjadi masalah penelitian atau permasalahan. Rumusan permasalahan yang tepat memudahkan peneliti untuk mencari jawaban melalui penelitian.

Sebagai seseorang yang setiap hari berhubungan dengan banyak manusia lain, seorang pendidik tentu dihadapkan dengan variasi permasalahan yang lebih beragam. Namun demikian tidak semua pendidik mudah menemukan permasalahan penelitian. Diperlukan kepekaan, sifat kritis dan logis terhadap berbagai fenomena yang ditemui. Untuk dapat peka dan bersikap kritis, seorang pendidik perlu mengembangkan sifat terbuka, obyektif dan mampu memisahkan penilaian subyektif terhadap sesuatu. Seoarang pendidik yang berniat meneliti juga perlu bersikap cermat dan teliti terhadap suatu fenomena yang ditemui.

Untuk menguatkan basis penelitian, seorang peneliti perlu memahami teori-teori yang terkait dengan permaslahan penelitian. Untuk ini perlu melakukan studi berbagai literatur terkait. Teori-teori ini akan membantu peneliti menentukan instrumen penelitian, jumlah sampel yang diperlukan, dan analisis terhadap data penelitian.

Kemampuan pendidik melakukan penelitian perlu dilatih dan dibiasakan. Pendidik bisa memulai dengan melakukan class room action reserch yang nota bene meneliti kegiatan pembelajaran sehari-hari yang dilakukan pendidik. Lesson studi yang sekarang marak juga dapat dilakukan untuk mengasah rasa keingintahuan pendidik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pada akhirnya kualitas belajar siswa.

Depok, April 2011

Minggu, 17 April 2011

Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda

Soal pilihan ganda sangat sering digunakan dalam ujian-ujian/evaluasi pendidikan di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menyegarkan kembali ingatan kita khususnya para guru tentang kaidah-kaidah dalam pembuatan soal pilihan ganda yang baik. Tulisan ini didasarkan pada kaidah penulisan soal pilihan ganda yang dikeluarkan oleh Deperteman Pendidikan Nasional melalui Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik).
Seperti halnya pembuatan instrument/soal apapun, prosedur pembuatan soal pilihan ganda didahului dengan pembuatan kisi-kisi soal. Prosedur ini sudah banyak dilakukan oleh madrasah-madrasah, dengan membuat tim pembuat kisi-kisi yang terpisah dengan tim pembuat soal. Berikut ini pembahasan mengenai kisi-kisi soal dan kaidah penulisan soal pilihan ganda.
a. Kisi-Kisi Soal
Kisi-kisi soal adalah panduan/pedoman agar soal yang dibuat tidak menyimpang dari tujuan pembuatan soal. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan
2. Komponen-komponennya rinci, jelas dan mudah dipahami
3. Soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikitor dan bentuk soal yang ditetapkan
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai apakah kisi-kisi yang dibuat sudah baik adalah dengan melihat soal yang dihasilkan dari kisi-kisi tersebut. Kisi-kisi yang baik adalah jika lebih dari satu orang diminta membuat soal dari kisi-kisi yang sama, menghasilkan soal yang tidak jauh berbeda.

b. Kaidah Penulisan Soal
Menurut Deperteman Pendidikan Nasional melalui Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik), terdapat 16 kaidah penulisan soal pilihan ganda. Masing-masing kaidah tersebut dijelaskan berikut ini.
1. Soal harus sesuai dengan indikator
2. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari materi
Contoh sederhana untuk menggambarkan pilihan jawaban yang tidak homogen dan logis ditinjau dari materi adalah pilihan jawaban berikut:
A.Actuating C. Coordinating E. Controling
B. Staffing D. Acting
Pilihan jawaban d. acting meskipun terkesan homogen tetapi tidak logis ditinjau dari materi.

3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

Dengan kaidah ini setiap soal pasti memiliki satu pilihan jawaban yang benar. Upaya pembuat soal untuk membuat pilihan jawaban pengecoh berfungsi tetap harus berpegang pada kaidah ini.

4. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
Contoh soal yang kurang jelas dan tegas adalah sebagai berikut:
Agar lebih jelas pokok soal di atas dapat diubah menjadi:
Pada gambar kurva disamping kenaikan harga yang terjadi disebabkan oleh . . .

5. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.

Contoh soal yang mengandung pernyataan yang tidak diperlukan adalah sebagai berikut.

Rani adalah seorang yang rajin menabung setiap hari dia menyisakan uang jajannya untuk ditabung, sehingga dia dapat menabung sebesar Rp. 800.000 dari total pendapatannya. Jika fungsi konsumsi Rani adalah C = 600.000+0,20Y, maka besarnya konsumsi Rani adalah ….
Pernyataan soal “Rani adalah seorang yang rajin menabung…” tidak diperlukan.

6. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
Berikut ini adalah contoh soal yang mengandung petunjuk ke arah jawaban.
Bapak koperasi Indonesia dikenal juga sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu:
A. Adam Malik C. Moh. Hatta E. Wijoyo Nitisastro
B. Sri Sultan HB IX D. Sutan Syahrir

Sebaiknya pernyataan tersebut ditiadakan karena member petunjuk pada jawaban yang benar.

7. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Contoh soal yang mengandung negatif ganda adalah sebagai berikut.

Pernyataan berikut ini bukan merupakan pendapat ekonom aliran klasik, kecuali…
8. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.

9. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, "Semua pilihan jawaban di atas salah", atau "Semua pilihan jawaban di atas benar".

10. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya.

11. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.

12. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Contoh soal:
Diketahui data sebagai berikut (dalam milyaran rupiah):
GDP Rp. 23.000,00
Faktor netto luar negeri Rp. 3.500,00
Penyusutan Rp. 1.800,00
Pengganti barang modal Rp. 2.100,00
Pajak tak langsung Rp. 3.000,00

Soal no. 1. Berdasarkan data tersebut, besarnya GNP adalah…

Soal no. 2. Berdasarkan data tersebut, besarnya NNP adalah…

Jika soalnya seperti di atas, maka jawaban no 2 tergantung pada jawaban soal no.1, karena besarnya NNP tergantung pada besarnya GNP. Jika data hendak dipaksakan untuk dua nomor soal, maka jawaban benar soal nomor 2 harus dibuat independen dari jawaban benar soal nomor 1.

13. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Misal dalam soal bidang study ekonomi, dalam menuliskan harga yaitu dengan menuliskan angka nol dua dibelakang koma, misal Rp. 10.000,00.

14. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.

15. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
Dengan kaidah ini diharapkan setiap siswa yang membaca soal memiliki pemahaman yang sama tentang makna soal. Oleh karena itu perlu dihindari istilah-istilah asing/langka yang jarang digunakan dalam komunikasi. Selain itu, diharapkan menggunakan bahasa yang sesuai dengan target soal (siswa SD, SMP, atau SMA).

16. Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Contoh soal:
Untuk menghitung indeks harga harus ditentukan tahun dasar. Tahun dasar adalah…
A. tahun yang dijadikan pembanding
B. tahun yang akan dihitung indeks harganya
C. tahun yang dianggap relatif stabil
D. tahun yang ditentukan batas waktunya

frase “tahun yang” dalam pilihan jawaban termasuk mengulang frase yang tidak satu kesatuan pengertian, sehingga harus dihilangkan.

Kemampuan membuat soal pilihan ganda merupakan kemampuan yang perlu dilatih dan dibiasakan. Semakin sering guru melatih kemampuannya dalam membuat soal pilihan ganda dengan memasukkan kaidah-kaidah tersebut, Insya Allah kemampuannya akan terasah. Lebih dari itu, kemampuan membuat soal harus ditunjang oleh penguasaan materi yang hendak diujikan. Tanpa penguasaan materi yang baik, sebaik apapun kaidahnya, secara content soal akan kurang baik.
Demikianlah pembahasan mengenai kaidah penulisan pilihan ganda, semoga bermanfaat.

Jumat, 15 April 2011

Sekali lagi UN..

Acara tahunan, hajat besar yang dinamakan UN kembali akan digelar mulai April ini. Sekolah-sekolah dengan cara dan kemampuan masing-masing mulai mempersiapkan segala keperluan hajatan. Mulai dari bimbel, pendalaman materi, drill soal sampai pelatihan motivasi, zikir, muhasabah dan istigoshah. Begitulah, segala usaha sudah dimaksimalkan, segala do’a sudah dipanjatkan, semua itu tidak lain dan tidak bukan dilakukan agar siswa-siswi lulus UN.
Mengapa UN, yang notabene ujian, suatu kegiatan yang biasa dilakukan anak sekolah menjadi demikian menyita energy, tenaga, fikiran dan biaya? Tulisan ini mencoba mengungkap fakta-fakta di lapangan tentang penyelanggaraan UN.
Sebagai alat evaluasi, instrumen UN telah beberapa teruji sebagai instrumen yang baik, meskipun ditemukan adanya bias tertentu. Sebagai suatu konsep, UN juga telah digodhog dan dipertimbangkan dengan matang. Bahwa, sekolah,terutama guru memerlukan akuntabilitas eksternal untuk mengukur sejauhmana kompetensi mengajarnya. Demikian juga siswa..perlu teruji agar tidak saja jago kandang..tapi juga jago dimana saja dia perlu berkompetisi. Lebih-lebih lagi agar suatu skor hasil pengukuran evaluasi pendidikan memiliki makna yang sama dimana saja.. dari Ujung kulon sampai ujung timur. Dari itu, UN (memang) diperlukan.

Lalu apa dan mengapa yang membuat UN menjadi "hantu" baru di dunia pendidikan Indonesia. Dari beberapa kali terlibat pelaksanaan UN sejak pertama kali UN diadakan, UN menjadi hantu yang membayang-bayang dunia pendidikan disebabkan oleh:

1. Harus jujur diakui bahwa kompetensi guru adalah hal yang utama.
Faktanya, berapa persen guru yang benar-benar kompeten dibidangnya. Lalu guru-guru yang berkompeten tersebut adanya dimana, jumlahnya berapa? Sekedar contoh, di beberapa daerah di Indonesia masih banyak ditemui sekolah-sekolah yang dalam satu sekolah hanya memiliki beberapa guru. Sehingga satu guru mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus.. (kerennya belajar tematik.. mencakup semua mata pelajaran..padahal karena tidak ada guru lain).

2. Sarana pendidikan tidak merata
Berapa banyak..sekolah2 yang sarana pendidikannya terbatas. Apalagi dengan adanya dana BOS, sekolah dilarang memungut bayaran dari ortu siswa..maka pinter2nya sekolah saja bagaimana mengatur dana BOS tsb. Memang kualitas tidak tergantung sarana... namun jika sarana terbatas, guru juga kurang kompeten.. apa yang bisa diharap..?

3. Banyaknya pihak yang berkepentingan.
Faktanya, guru sudah mengajar dengan baik dan siap serta yakin siswanya mampu mengerjakan soal-soal UN. Namun kenapa yang terjadi adalah soal-soal bocor, beredarnya kunci jawaban secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi? Siapa pelakunya? Untuk tujuan apa?

Walhasil, setiap tahun terjadi UN... maka terjadilah kepanikan itu. Pemerintah terus menerus memperbaiki penyelenggaraan UN, disisi lain berita kebocoran dan praktek kecurangan terus berlangsung.
Seperti kata pepatah, “kalo lumbung padi banyak tikusnya, jangan lumbungnya yang dibakar”, UN secara teori dan konsep adalah instrumen evaluasi yang cukup dapat dipertanggungjawabkan. Yang perlu dibenahi adalah penyelenggaraannya dan kesiapan sekolah menghadapinya.

Minggu, 10 April 2011

Perjalanan

Memasuki komplek perumahanku yang asri, udara malam menerpa, dingin oleh semilir angin. Pohon palm melambai-lambai tertiup angin. Bulan sabit bersinar pucat seirama dengan semburat redup lampu jalan. Jika boleh memilih, dalam beberapa hal, aku lebih suka berjalan kaki, seperti senja ini. Namun, kehidupan berpacu seperti tidak menyisakan waktu untuk kita menghayati setiap momen. Setiap kita berpacu dengan waktu. Berjalan kurang seirama dengan tuntutan itu.
Dengan berjalan, selain lebih menyehatkan, aku merasa dekat dengan alam. Menikmati setiap langkah seperti demikian seharusnya setiap fase kehidupan dinikmati. Dulu bahkan jika pulang dari kantor dan musim hujan aku sengaja berjalan di bawah hujan. Menikmati pancuran raksasa yang langsung dipancarkan oleh Allah dari langit. Berjalan menegaskan mana langkah yang telah lewati dan akan dilewati. Seperti itu kehidupan berjalan.

Suatu saat kita berhenti istirahat dalam perjalanan kita. Mengistirahatkan fisik dan fikiran untuk mengembalikan energi yang terkuras selama perjalanan. Dalam jeda itu, kita melihat kembali langkah-langkah yang telah kita lalui dan menjadi kenangan. Sambil mengukur jarak yang masih akan kita tempuh dan mempersiapkan bekal untuk perjalanan selanjutnya. Berapa lama seseorang mengambil jeda, tidaklah sama. Ada yang begitu kelelahan dan tak lagi sanggup berjalan lalu berkemah disitu menghabiskan waktu. Ada yang terlampau kuat dihantui bayangan masa-masa perjalanan yang telah lewat hingga ingin kembali menapaki masa-masa yang telah lewat itu. Ada yang cepat-cepat beranjak tak sabar menemui momen-momen baru di perjalanan selanjutnya. Ada yang tidak mengetahui jalan mana yang harus dia tempuh.

Duhai Allah yang mengilhamkan jalan kefasikan dan ketaqwaan (QS. As Syam;8, QS.Al Balad;10), sungguh jalan ketaqwaan itu mendaki dan penuh cobaan. Namun tiada yang tidak mungkin jika Engkau memberi pertolongan. Duhai Allah yang maha kasih dan tak pernah pilih kasih, jadikan kasih sayangMu sebagai lentera dalam perjalananku. Penunjuk jalan jika aku salah langkah, penyejuk dan penguat jiwa jika aku putus asa. Duhai Allah jadikan kasih sayangMu sebagai puncak kerinduanku, pelipur sedu sedanku. Duhai Allah, hanya kepadaMu aku bermohon. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.

"Suatu senja di Arcadia"

Kamis, 07 April 2011

Menghafal Al Quran Metode Fahim Quran


Fahim Qur'an adalah metode menghafal Al Qur'an dengan Fast, Active, Happy and Integrated in Memorizing Al Quran. Melihat namanya metode ini memang cocok diterapkan untuk anak-anak sejak balita. Metode ini diciptakan oleh (mantan) guru hafizh Qur'an di Azhari Islamic School Ust. Sobari Sutarip yang telah mempraktekkan metode ini kepada anak didiknya sehingga tamat SD mereka hafizh Qur'an 18 juz. Subhanallah.

Berbeda dengan metode menghafap Al Quran yang biasa kita temui,  metode ini menghafal Al Quran bisa dilakukan dengan bermain ular tangga, petak umpet, rebut kursi, lempar koin, dan sebagainya. Metode ini menggunakan pendekatan  tiga ranah pendidikan baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan metode ini, anak tidak kehilangan dunia bermainnya sekaligus menjadi hafizh Qur'an. Subhanallah.

Untuk penggunaan metode FQ di rumah, diperlukan kesabaran, konsistensi dan kreatifitas orang tua. Untuk penerapan FQ di rumah ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi:
1. Orang tua mahir membaca Al Qur'an dan menjadi teladan dalam aktifitas menghafal Al Qur'an (tidak harus sudah menjadi seorang hafizh Qur'an)
2. Memahami gaya belajar putra-putri mereka. (untuk ini akan bisa diketahui seiring proses belajar)
3. Membuat persiapan: menentukan target hafalan, buku kontrol hafalan, dsb
4. Dalam pelaksanaan hafalan orang tua berkreasi agar proses menghafal menyenangkan anak (tidak boleh menggunakan hardikan, ancaman, atau hukuman).
5. Melakukan evaluasi: murajaah hafalan2 yang lalu sebelum menambah hafalan. Perlu juga dibuat evaluasi mingguan/bulanan.
6. Sabar dan istiqomah.

Mengapa kita harus menghafal Al Quran dan mendidik putra-putri kita menjadi penghafal Al Quran? Karena para penghafal Al Quran memiliki banyak keutamaan diantaranya:
1. Bagaikan pedagang yang tidak pernah rugi (QS: 29; 29-30).
2. Menjadi keluarga Allah.
"sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia, yaitu para ahlul Quran, mereka sangat istimewa di hadapan Allah" (Hadits).
3. Diutamakan menjadi imam shalat
4. Tanda bakti tertinggi kepada kedua orang tua
"Seorang anak yang membaca Al Quran dan menyempurnakan bacaanya serta mengamalkan kandungan isinya, Allah akan memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya di akhirat kelak. (HR. Abu Daud)
5. dll.
Demikian teman-teman, sebagian yang dapat saya bagi semoga bermanfaat. Marilah kita berusaha menjadi orang tua/guru yang kelak di akhirat akan dipakaikan mahkota oleh Allah SWT sebagai kado terbaik dari anak2/murid kita. Juga berusaha menghafal Al Quran sendiri untuk memberikan kado terbaik kepada orang tua kita.

Wassalam
Susiana M
(Disaring dari pelatihan  metode Fahim Qur'an, Jakarta 4-5 Maret 2011 )

Rabu, 06 April 2011

Jam psikologis

Kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang di waktu yang sama akan menciptakan jam psikologis. Jam ini akan berdentang dan menimbulkan perasaan tidak tenang kepada pemiliknya apabila aktivitas rutinnya tidak dilaksanakan. Sebagai contoh, kebiasaan shalat lima waktu yang telah dilakukan dari kecil akan membentuk jam psikologis yang dentangnya kuat.

Menurut para ahli, jam psikologis ini akan terbentuk jika suatu kegiatan yang sama dilakukan terus menerus pada jam yang sama dalam waktu kurang lebih satu tahun. Bagaimana proses terbentuknya jam psiklogis? Ini tidak lepas dari peran otak yang menandai setiap aktivitas kita.Setiap aktivitas yang kita lakukan akan meninggalkan jejak memori di bagian otak kita. Jika aktivitas tersebut berulang-ulang dan dalam waktu tertentu maka jejak memori yang ditinggalkannnya semain kuat. Jam psikologis ini jika sudah terbentuk, akan mengeluarkan hormon pencemas apabila pemiliknya lalai tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan.

Melihat cara kerja otak seperti itu, ada baiknya kita mempola jam-jam psikologis sendiri untuk hal-hal yang positif. Misalnya, rutin membaca Al Qur'an ba'da shalat Maghrib, rutin shalat malam dan sholat dhuha. Dsb. Buat anak-anak, ada baiknya orang tua mulai mempola kebiasaan anak untuk membentuk jam psikologis mereka.

Demikian, semoga bermanfaat.


Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...