Senin, 28 November 2016

Kunci Sorga

Si bungsu ini memang lagi masa-masanya penuh rasa ingin tahu. Apapun yang menarik perhatiannya akan menjadi bahan pertanyaan yang nggak akan berhenti begitu saja dengan satu jawabannya. Pertanyaan lanjutannya bisa panjang dan lama. Beberapa postingan teman tentang 'keinginan-tahuan' anak usia 7 tahun akhirnya juga aku alami. Pernah suatu hari, mulut kecilnya bertanya "ibu, ML itu apa?". Hiks. "Maksudnya?", tanya saya balik, "iya ML itu apa, sambil menunjukkan tulisan di susu kotak yang sedang diminumnya. Oalah, baru ngeh saya, persis dengan postingan yang saya baca. Jadi saya tidak perlu panik dengan pertanyaannya. Suatu hari lagi, dia lagi asyik dengan kegiatan menirukan berbagai suara. Yang membuat saya terengah-engah karena harus meladeni ocehannya hampir 2 jam adalah setiap dia selesai menirukan suara, dia minta saya untuk menilai apakah sudah mirip atau belum. Mulai dari suara berbagai macam kendaraan, berbagai macam binatang dan sebagainya. Sebagai orang tua memang harus sabar, jika salah menanggapi bisa mematikan daya kreatifitasnya.

Si bungsu ini juga sudah saya biasakan untuk sholat 5 waktu sejak dari TK. Memasuki SD, saat usianya 7 tahun, saya bilang bahwa mulai usia 7 tahun sholatnya harus penuh. Beberapa hari lalu, sebelum mulai sholat jamaah bersama saya di rumah, tiba-tiba mulut  kecilnya bertanya: "Ibu, sholat itu kunci sorga ya?". Tak mau kehilangan momen, saya langsung jawab pertanyaannya; "Iya, nanti yang ditanya pertama kali di akhirat adalah sholat kita, kalau sholat kita baik, nggak bolong-bolong maka kita akan masuk sorga." Trus dia kembali bertanya, aku pernah nggak sholat isya sekali karena ketiduran, gimana kuncinya?" Yah, nggak boleh diulang lagi, Karena kalau keseringan ninggalin sholat, nanti kunci sorganya rusak, nggak bisa dipakai untuk membuka pintu sorga lagi". "Trus, kalo nggak bisa buka pintu sorga, kita masuk kemana?" Tanyanya lagi. "Ya, masuk pintu neraka" jawab saya cepat, sambil menjelaskan kalo ketiduran belum sholat, begitu bangun langsung mengganti sholat yang ditinggalkan." Sejak itu, dia akan marah kalo sampai lupa/terlambat dibangunkan untuk sholat berjamaah.

Begitulah, mendidik di masa kecil bagai mengukir di atas batu. Lebih mudah tertanam dengan baik dalam memori anak. Sebagai orang tua, yang masih punya anak kecil, sebaiknya kita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral kepada anak kita. Insyaa Allah akan diserap tanpa banyak membantah. Yang saya alami sendiri, kadang rasa sayang/kasihan kepada anak membuat kita kurang disiplin dalam menanamkan nilai. Contoh, pernah sekali saya 'sengaja' tidak membangunkan dia untuk sholat Isya, karena saya nggak tega melihat tidurnya pulas karena kelelahan. Namun, ternyata besoknya, dia marah, dan meminta saya untuk membangunkan dengan segala cara agar dia bisa sholat. Subhanallah, ternyata dia lebih tegar daripada fisiknya yang cungkring.

Memahami bahwa momen pendidikan agama dan karakter harus dimulai sejak usia kecil, saya mulai percaya diri (baca: tegaan) untuk mulai menanamkan berbagai nilai. Kuncinya memang teladan. Alhamdulillah, sudah tiap hari, si bungsu bangun sebelum subuh. Sebelum tidur, dia selalu berpesan "bangunin aku ya bu, jangan ditinggal sholat subuhnya!". Hiks. Jam berapapun aku bangun, dia ikut bangun. (Jadi inget video "children see, children do"). 

Saat ini, mulai tadi pagi, saya akan memulai eksperimen menanamkan nilai agama bahwa "laki-laki itu sunahnya sholat subuh di masjid". Meskipun sudah bangun sebelum subuh, si bungsu ini nggak pernah mau diajak ayahnya sholat subuh di mushola. Alasannya, 'Ibu juga nggak sholat di mushola"! (Hadeuh, bener2 "al umm madrosati ula"). Berbagai penjelasan masih belum bisa masuk dalam nalar dia. Barangkali, iming-iming surga dan seisinya akan berada ditangganya masih jauh dari jangkauan dia. Ujung-ujungnya, saya harus memberikan hadiah yang paling mungkin membuatnya tertarik. "Oke, kalo Akbar sholat subuh di mushola setiap hari selama sebulan, ibu akan kasih hadiah mainan lego yang besar".! Hadiah ini rupanya tokcer, dia langsung menyambar kopyahnya mengikuti langkah ayahnya ke mushola untuk sholat subuh. Pulang dari mushola, dia mulai menghitung hari untuk dapat hadiah mainan. Hehehe. Pada saat yang tepat nanti, ketika dia sudah terbiasa sholat subuh di mushola, saya akan menanamkan nilai bahwa hadiah terbaik adalah dari Allah. 

Subhanallah, sesuatu banget menjadi orang tua.


Selasa, 04 Oktober 2016

Training Online

Beberapa bulan terakhir ini saya tertarik mengikuti beberapa training online yang sekarang sepertinya sedang tren. Training online mengatasi berbagai kendala yang mungkin terjadi pada training offline. Misalnya waktu, dengan training online peserta tidak harus meninggalkan rumah atau tempat kerja yang membutuhkan waktu, tenaga dan biaya. Saat video conference yang terjadwal sekali seminggu, peserta dapat mengikutinya dengan santai sambil nungguin anak belajar bahkan nonton acara TV favoritnya. Modal training online cukup dengan laptop, headset, dan koneksi internet. Dengan kemudahan itu, saya akhirnya memilih training online untuk melakukan pengembangan diri.
 
Training online yang pertama saya ikuti adalah training klas digital yang diadakan oleh SEAMOLEC. Training ini memperkenalkan penggunaan aplikasi edmodo untuk dipergunakan sebagai sarana klas digital. Dengan klas digital guru dapat menyampaikan materi maupun ujian secara online. Alhamdulillah hasil dari training ini sudah saya manfaatkan untuk mengadakan tes-tes online. 

Training berikutnya adalah animasi drawing. Training berlangsung hampir 3 minggu untuk membantu guru membuat animasi pembelajaran dengan video scribe. Fasilitas video scribe versi trial dapat diunduh dan dimanfaatkan untuk latihan pembuatan video animasi. Training ini juga dilaksanakan oleh SEAMOLEC. Alhamdulillah saya juga sudah menyelesaikan dan lulus di training online ke dua ini. Berikut ini video animasi hasil training online yang saya buat. Video ini dapat dilihat di youtube.





Cukup bermanfaat untuk video pembelajaran biar anak-anak murid senang belajar.



Senin, 19 September 2016

Dunia yang Bergegas

"Ibu, ibu kenapa sih kalo pagi selalu buru-buru?", pertanyaan si bungsu suatu kali. Si bungsu ini setiap hari berangkat ke sekolah bersama saya, karena sekolahnya searah dengan sekolah tempat saya mengajar. Jam 06.15, kami berdua sudah on motor cycle to school. Jarak ke sekolah yang hanya beberapa ratus meter dari rumah, membuat kami bisa berangkat mendekati jam 06.30, saat bel masuk sekolah DKI dibunyikan. Sesampai di sekolahnya, setelah cium tangan saya biasanya si bungsu akan bertanya tentang berbagai hal, dan jawaban saya cuma satu, "oke"!. dan sayapun bergegas menuju tempat saya mengajar. Biasanya sekitar 1 atau 2 menit menjelang 06.30, saya sudah sampai di sekolah. Saya bahkan tak sempat untuk menjawab berbagai pertanyaan sibungsu, menuntun tangannya hingga sampai batas mengantar, memberikan pesan-pesan, dan melambaikan tangan. Sesuatu yang saya perhatikan dilakukan oleh bebrapa orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah.

Di jalanan, manusia juga bergegas menembus kepadatan lalu lintas, agar tidak terlambat. Sayapun melakukan hal yang sama. Sesekali menyalip, sesekali menerobos, sesekali tetap ngebut meski melewati polisi tidur. Bahkan tak jarang harus selip-selipan dengan murid-murid saya yang juga bergegas. Setelah memarkir motorp, harus bergegas ke tempat finger absen. Dan baru bisa mengambil nafas lega, karena tidak terlambat. Anak-anak muridpun begitu, mereka harus ngebut, berlari, bergegas ke sekolah, kalo tidak pasti terlambat.

Sesampai di sekolah, sambil istirahat membuka hp yang sudah dipenuhi dengan berbagai berita melalui wa, bbm. fb, line, instagram dan lain-lain. Berbagai posting bersliweran dengan cepat, tanpa sempat memberi ruang untuk mencerna. Berita-berita itu akan berganti detik demi detik tanpa henti. Dan kita membacanya tanpa penghayatan. Banyak teman, banyak berita dan semua berlalu begitu saja. Berita gembira, berita duka cita, bercampur jadi satu membuat kita tertawa dan menangis dalam waktu bersamaan.

Hilangnya Jiwa yang Peka

Segala kesemrawutan itu menjadikan kita manusia yang setiap hari harus bergegas. Dengan anak bergegas, dengan kawan bergegas, dengan pasangan bergegas, dengan pekerjaan bergegas. Namun apakah kebergegasan ini membuat segalanya lebih cepat? Lebih efektif? lebih baik? Sepertinya tidak. Bahkan, yang terjadi adalah jiwa-jiwa yang lelah, anak-anak yang kurang memiliki kepekaan, orang tua yang selalu tidak punya waktu untuk anak-anaknya. Siswa-siswa yang hanya mengerti bagaimana mengerjakan soal ujian dan mendapatkan nilai rapor yang bagus, Guru-guru yang dituntut untuk mengejar ketuntasan mengajar, tanpa peduli pelajaran apa yang bisa diperoleh anak didiknya.

Terkadang, saya merindukan saat dunia belum ada hp. Ketika komunikasi masih menggunakan surat yang dikirm melalui pos. Surat berlembar-lembar yang sarat pesan dan kaya cerita. Yang kedatangannya ditunggu-tunggu, mungkin dalam beberapa hari, beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun. Komunikasi yang tidak terlalu intens namun berkesan. Bukan komunikasi yang cepat, singkat, lalu dilupakan seperti saat ini. 

Namun dunia tidak pernah surut ke belakang. Inilah dunia yang kita hadapi sekarang. Butuh perjuangan untuk tetap bisa menghidupkan hati di dunia yang bergegas..


Jakarta, suatu siang

Rabu, 10 Agustus 2016

Hots

Saat ini dunia pendidikan khususnya para guru sedikit heboh dan menghebohkan Hots. Yang belum mengerti tentu bertanya-tanya apa maksudnya ini. Sebelum bertanya-tanya lebih lanjut, hots yang dimaksud disini adalah higher order thinking skills yang disingkat HOTS. 

Konon, anak-anak Indonesia lemah dalam kemampuan hots ini. Terbukti dari hasil skor tes PISA, tes internasional standar untuk mengukur kemampuan siswa, Indonesia selalu menempati posisi buncit. Jadilah, pendidikan dijadikan kendaraan untuk memperbaiki kualitas siswa Indonesia di ajang tes Internasional.

Hasil evaluasi pendidikan di ranah penilaian, kebanyakan tes-tes yang dibuat guru hanya mengukur kemampuan mengingat siswa. Kemampuan ini adalah kemampuan terendah dalam tahapan berfikir kognitif Blomm. Oleh karena itu, ketika dihadapkan dengan tes tes yang menguji daya nalar, analisis, sintesis, siswa Indonesia KO. Nah, berdasarkan evaluasi tersebut, saat ini guru-guru sedang menghebohkan yang Hots itu. Apa, mengapa, bagaimana, dan untuk siapa Hots.

Seperti apakah soal yang Hots itu? Soal yang hots adalah soal yang memerlukan kemampuan berfikir tinggi dalam mengerjakannya. Singkatnya, soal yang membuat siswa menalar, menganalisis dan mengsintesis permasalahan yang tertera dalam soal. Meskipun memerlukan higher order thinking, soal Hots itu tidak berarti soal itu sulit. Contohnya sebagai berikut;\

Soal tidak Hots tapi sulit: 
      Kapan dan dimana presiden Soekarno dilahirkan?

Soal Hots tapi tidak sulit:
      Beda waktu antara Jakarta dengan Tokyo Jepang adalah 2 jam. Jika jam kerja harian Jakarta dan         Tokyo sama yaitu jam 08.00 sampai dengan jam 16.00. Jam berapa saja saya bisa menelpon rekan       kerja saya di Tokyo saat masih di jam kantor waktu Tokyo.

jadi, soal Hots bisa beberapa level. Materi yang mudahpun bisa dibuat menjadi soal yang hots. Oleh karena itu, soal Hots dapat diberikan mulai jenjang SD hingga jenjang pendidikan tinggi.

Demikian sharing tentang soal Hots

Digital Class

Kali ini saya akan sharing tentang perkembangan klas maya yang saya kelola. Berawal dari training online yang diselenggarakan oleh SEAMOLEC selama sebulan, terbentuklah kelas maya untuk kelas-kelas yang saya ajar di tahun 2016 ini. Alhamdulillah ada 9 kelas maya, meskipun yang aktif baru 3 kelas di klas XII IPS 1, 2, dan 3 untuk mata pelajaran ekonomi/akuntansi. Klas maya ini menggunakan aplikasi gratis dari edmodo.



Alhamdulillah belum 1 bulan aktivitas kelas digital cukup aktif. Seluruh siswa klas XII IPS sudah mendaftar dengan akun siswa dan melengkapi profile akun masing-masing. Sebagai latihan beraktivitas di kelas maya, saya meng-share quiz untuk latihan mengerjakan kuis online(computer based test). Di kuis latihan ini, targetnya siswa familier mengerjakan quis secara online. Dari latihan ini, mayoritas kendala yang dihadapi siswa adalah masalah teknis. Siswa belum terbiasa dengan fitur-fitur yang disediakan edmodo, sementara waktu mengerjakan quis terus berjalan. Akhirnya quis belum bisa diselesaikan. 



Namun hal penting yang perlu diubah adalah mind set.  Kemudahan kelas maya adalah dapat diakses dimanapun dan kapanpun, bahkan dengan suasana santai di rumah. Namun jika mengerjakan Quis, siswa harus memiliki mind set seperti mengerjakan soal ujian di ruang kelas yang dibatasi oleh watu dan memerlukan persiapan. Rupanya mind set ini belum terlatih, sehingga mayoritas siswa kehabisan waktu sebelum soal quiz selesai dikerjakan.

Dengan evaluasi tersebut, saya kembali mengirim quis untuk pengambilan nilai melalui edmodo. Alhamdulillah, quis kedua ini lumayan sukses. Dari 120 siswa, 86 siswa mengerjakan soal. Dan, nilai yang diperoleh sebagian besar sudah di atas KKM. Demikian juga ketika saya membuat polling tentang respon belajar di klas maya, rata-rata siswa menjawab senang. Alhamdulillah.

Klas maya bukanlah klas utama dalam pendidikan jenjang menengah. Tetap, pendidikan yang baik adalah pendidikan dengan interaksi tatap muka. Karena, pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, namun juga mendidik perilaku. Namun demikian, perkembangan di dunia saat ini yang digital minded di berbagai sektor kehidupan mesti direspon oleh dunia pendidikan. Oleh karena itu, kombinasi yang baik antara kelas tatap muka dengan kelas maya diharapkan dapat menjawab tantangan zaman.



----


Kamis, 17 Maret 2016

Berkata Jujur

Berkata jujur itu melegakan. Jika itu suatu kesalahan, jujur mengakui kesalahan membuat kita tidak perlu repot-repot mencari-cari alasan pembenaran kesalahan kita. Membela diri dengan berbagai argumentasi yang sebenarnya semakin meyakinkan bentuk kesalahan kita. Tentu lebih mudah mengatakan: ya, saya salah, dan bersiap menerima resiko kesalahan kita.

Jika itu suatu kebenaran, jujur mengakui apa yang kita anggap benar menguatkan hati dan tidak membuat kita membohongi diri sendiri. Apakah setiap kebenaran harus diungkapkan? Pada kenyataannya, tidak semua kebenaran yang diungkapkan membawa kebaikan. Kita mesti melihat situasi dan kondisi apa, bagaimana, dan kepada siapa kebenaran diungkapkan. Jika kebenaran yang akan kita ungkapkan menyebabkan pihak lain tersinggung, mungkin karena cara mengungkapkannya yang salah. Atau, belum waktunya kebenaran tersebut diungkapkan.Jadi mesti difikirkan bagaimana kebenaran dapat diungkapkan secara benar pula.

Jika itu suatu kelemahan, jujur mengakui kelemahan diri membuat kita paham apa yang mesti diperbaiki. Pengakuan akan kelemahan dan kekurangan diri menjauhkan kita dari sikap sombong dan tinggi hati. Senantiasa meyakini bahwa sehebat apapun kita pasti memiliki kekurangan, demikian juga orang lain. Sehingga kita tidak terjebak pada kekaguman mutlak pada makhluk, maupun rendah diri terhadap kehebatan orang lain.

Jadi, mulai saat ini berkatalah jujur. Minimal terhadap diri sendiri dan terutama kepada Allah.

Salam

Minggu, 10 Januari 2016

Rapor

Saat pembagian rapor menjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh siswa dan orang tua siswa tentunya. Rasa harap-harap cemas kerap menghantui siswa sesaat sebelum menerima rapor. Bagi siswa yang pandai, ada rasa harap-harap cemas apakah nilai rapornya lebih baik atau tidak. Bagi siswa yang kurang, ada rasa harap-harap cemas bagaimanakah nilai yang berhasil diraihnya. Apalagi saat penerimaan rapor di semester  dua yang melaporkan naik/tidak naik kelas seorang siswa. Beberapa siswa dihinggapi rasa khawatir tidak naik kelas.

Bagi guru wali kelas seperti saya, saat pembagian rapor juga menjadi saat-saat yang menimbulkan kecemasan. Orang tua siswa berharap guru wali kelas dapat menjawab semua tanda tanya tentang bagaimana anaknya di sekolah. Tidak saja masalah prestasi akademik, semangat belajar, aktivitas kegiatan ekstrakurikuler bahkan terkadang masalah hubungan antar teman dan sebagainya. Sebagian besar orang tua berharap anaknya mendapat nilai bagus di rapor, menempati peringkat 10 besar dan berbagai prestasi lainnya. Hingga terkadang akan memarahi anaknya jika ternyata nilai rapor yang diperoleh anaknya tidak sesuai harapan.

Wali kelas di sekolah menengah atas bukan seperti guru kelas di Sekolah Dasar yang tiap hari mengajar siswanya. Di SMA/MA wali kelas hanya mengajar di jam-jam sesuai bidang studi yang diajarkan saja. Pertemuan di luar jam pelajaran itu hanya bisa sesekali dilakukan di saat jam istirahat atau jika ada jam pelajaran kosong. Dengan jumlah siswa per kelas sebanyak 40 siswa dan intensitas pertemuan yang terbatas, tidak mudah seorang wali kelas dapat mengenal dengan baik masing-masing siswa di kelas binaanya. Dus, menghadapi orang tua dengan segala rasa ingin tahunya saat pembagian rapor menjadi tantangan tersendiri.

Oleh karena itu saat bagi rapor, saya sampaikan ke orang tua bahwa nilai-nilai yang tertera di rapor putra-putri bapak ibu, tidak menjadi jaminan sukses tidaknya kehidupan putra-putri bapak ibu kelak. Bagi bapak/ibu yang nilai rapor anaknya bagus, semoga nilai ini dapat menjadi bekal yang mempermudah langkah kesuksesannya kelak. Bagi bapak/ibu yang nilai rapor anaknya tidak sesuai harapan, mari sama-sama kita kenali potensi anak-anak kita. Insyaa Allah mereka akan sukses sesuai dengan bekal potensinya masing-masing. Dengan begitu, saya berharap setiap orang tua tetap merasa bangga dan bersyukur menerima rapor anaknya dengan apapun raihan yang saat ini diperoleh putra-putrinya.

Wallahu'alam




Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...