Pagi ini cerah. Matahari bersinar lembut, semilir angin membawa hawa sejuk
sisa hujan tadi malam. Diiringi alunan merdu 'Rossa', aku melajukan my
little picanto perlahan-lahan menuju sekolah. Hari ini acaranya adalah
pembagian rapor semester I. Meskipun bukan wali kelas yang bertugas membagi
rapor, sebagai wakil kepala, aku mesti hadir di setiap kegiatan sekolah.
Sesampai di sekolah sudah mulai ramai. Rupanya orang tua/wali murid cukup antuasias mengetahui hasil belajar putra-putrinya selama satu semester. Beberapa orang tua bahkan sudah ada yang menenteng rapor putra/putrinya. Ah ya.. ternyata aku sudah agak terlambat tiba di sekolah jam 8.15. Sedangkan acara pembagian rapor dimulai jam 08.00WIB.
Setelah memarkir kendaraan, aku berjalan menuju ruanganku di lantai 2. Dalam perjalanan ini aku menemui wajah-wajah sumringah dan penuh harap para orang tua/wali murid ingin mengetahui hasil rapor putra-putrinya. Aku menyalami dan menyapa setiap orang tua/wali yang kebetulan berpapasan. Beberapa diantaranya adalah wajah-wajah yang sudah cukup familier. Aku berbincang singkat menanyakan kabar bapak/ibu orang tua yang dimataku wajah-wajahnya nampak begitu cerah dan bahagia. Sejujurnya aku juga berbahagia bertemu mereka.
Dalam pendidikan, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh tiga pilar guru, orang tua, dan masyarakat, dan tentu saja siswa itu sendiri. Untuk pendidikan menengah setingkat SLTA, anak akan menghabiskan waktunya dari jam 6.30 hingga jam 15.30 di sekolah. Dengan demikian nyaris separoh hari kehidupan seorang anak adalah bersama kami para guru di sekolah sebagai pengganti orang tuanya. Maka, ketika menemui mereka, aku seperti menemui diriku sendiri. Selama ini kami para guru dan orang tua telah mendidik anak yang sama dalam waktu dan konteks yang berbeda.
Di ujung tangga lantai dua, aku berpapasan dengan seorang bapak yang wajahnya cukup familier. Hanya saja karena jumlah orang tua siswa cukup banyak, aku tentu tak hafal nama beliau. Aku ingat bapak ini salah satu dari orang tua yang sering datang memenuhi panggilan kami untuk mendiskusikan masalah anaknya. Saat berpapasan bapak ini nampak sumringah dan langsung menyalamiku. Nampaknya beliau seperti sudah sangat mengenalku sebagai guru anaknya. Aku menyapa beliau dan menanyakan kabar sambil dalam hati mengingat-ingat bapak ini orang tua siapa kelas berapa.
Dalam perbicangan singkat, si bapak mengungkapkan kegembiraannya bahwa anaknya sudah banyak kemajuan sekarang. Bahwa anaknya sudah tidak minta pindah sekolah, bahwa anaknya sudah mau belajar, dan merasa nyaman sekolah disini. Aku mendengarkan cerita beliau sambil masih mereka-reka siapa anak bapak ini. Namun memperhatikan ceritanya sepertinya anaknya cukup bermasalah. Sambil masih terus mengingat siapa anak yang sedang kami perbicangkan, aku mengatakan kepada bapak ini bahwa sekecil apapun kemajuan yang diperoleh anak maka itu sebuah prestasi yang harus kita apresiasi. Aku menemukan binar kebahagiaan ketika bapak ini akhirnya berpamitan. Ah..senangnya melihat orang tua senang. Sambil berjalan menyusuri lorong kelas, dalam hati aku perbaiki janjiku untuk mendidik anak-anak muridku ini seperti mendidik anak-anak sendiri. Mengingatkan jika mereka salah, memberi dukungan saat mereka tak bersemangat, memujinya atas kebaikan yang mereka lakukan.
Sesampai di sekolah sudah mulai ramai. Rupanya orang tua/wali murid cukup antuasias mengetahui hasil belajar putra-putrinya selama satu semester. Beberapa orang tua bahkan sudah ada yang menenteng rapor putra/putrinya. Ah ya.. ternyata aku sudah agak terlambat tiba di sekolah jam 8.15. Sedangkan acara pembagian rapor dimulai jam 08.00WIB.
Setelah memarkir kendaraan, aku berjalan menuju ruanganku di lantai 2. Dalam perjalanan ini aku menemui wajah-wajah sumringah dan penuh harap para orang tua/wali murid ingin mengetahui hasil rapor putra-putrinya. Aku menyalami dan menyapa setiap orang tua/wali yang kebetulan berpapasan. Beberapa diantaranya adalah wajah-wajah yang sudah cukup familier. Aku berbincang singkat menanyakan kabar bapak/ibu orang tua yang dimataku wajah-wajahnya nampak begitu cerah dan bahagia. Sejujurnya aku juga berbahagia bertemu mereka.
Dalam pendidikan, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh tiga pilar guru, orang tua, dan masyarakat, dan tentu saja siswa itu sendiri. Untuk pendidikan menengah setingkat SLTA, anak akan menghabiskan waktunya dari jam 6.30 hingga jam 15.30 di sekolah. Dengan demikian nyaris separoh hari kehidupan seorang anak adalah bersama kami para guru di sekolah sebagai pengganti orang tuanya. Maka, ketika menemui mereka, aku seperti menemui diriku sendiri. Selama ini kami para guru dan orang tua telah mendidik anak yang sama dalam waktu dan konteks yang berbeda.
Di ujung tangga lantai dua, aku berpapasan dengan seorang bapak yang wajahnya cukup familier. Hanya saja karena jumlah orang tua siswa cukup banyak, aku tentu tak hafal nama beliau. Aku ingat bapak ini salah satu dari orang tua yang sering datang memenuhi panggilan kami untuk mendiskusikan masalah anaknya. Saat berpapasan bapak ini nampak sumringah dan langsung menyalamiku. Nampaknya beliau seperti sudah sangat mengenalku sebagai guru anaknya. Aku menyapa beliau dan menanyakan kabar sambil dalam hati mengingat-ingat bapak ini orang tua siapa kelas berapa.
Dalam perbicangan singkat, si bapak mengungkapkan kegembiraannya bahwa anaknya sudah banyak kemajuan sekarang. Bahwa anaknya sudah tidak minta pindah sekolah, bahwa anaknya sudah mau belajar, dan merasa nyaman sekolah disini. Aku mendengarkan cerita beliau sambil masih mereka-reka siapa anak bapak ini. Namun memperhatikan ceritanya sepertinya anaknya cukup bermasalah. Sambil masih terus mengingat siapa anak yang sedang kami perbicangkan, aku mengatakan kepada bapak ini bahwa sekecil apapun kemajuan yang diperoleh anak maka itu sebuah prestasi yang harus kita apresiasi. Aku menemukan binar kebahagiaan ketika bapak ini akhirnya berpamitan. Ah..senangnya melihat orang tua senang. Sambil berjalan menyusuri lorong kelas, dalam hati aku perbaiki janjiku untuk mendidik anak-anak muridku ini seperti mendidik anak-anak sendiri. Mengingatkan jika mereka salah, memberi dukungan saat mereka tak bersemangat, memujinya atas kebaikan yang mereka lakukan.