Senin, 26 November 2012

Pulau Bungin

Pulau Bungin, bagi saya dan sebagian besar kita barangkali merupakan nama pulau yang baru pertama kali didengar. Begitulah nama pulau kecil di Sumbawa yang konon paling padat penduduknya sedunia. Saat mendengar cerita teman tentang keunikan pulau ini, saya memilih mengunjungi pulau ini ketika berada di Sumbawa  awal november lalu.

Pulau Bungin merupakan salah satu desa di kecamatan Alas kabupaten Sumbawa Besar. Terletak sekitar 70 sebelah barat kabupaten Sumbawa Besar, perjalanan menuju kesana dapat ditempuh dalam waktu sekitar 90 menit dengan mobil. Transportasi umum yaitu bus juga tersedia. Jalanan beraspal cukup bagus sehingga perjalanan ke pulau Bungin cukup lancar. Setelah melewati kecamatan Alas, perjalanan ke pulau Bungin dapat dilanjutkan dengan kapal kecil melalui Labuhan Alas atau dengan mobil, ojek, dan cidomo. Yang terakhir ini adalah singkatan cikar-dokar-motor, kendaraan khas NTB mirip dokar yang ditarik kuda namun rodanya seperti roda mobil. Rombongan kecil kami memilih tetap melanjutkan perjalanan dengan mobil. Meskipun jalan menuju pulau Bungin dari kecamatan Alas tanah dan berbatu.
Pulau Bungin dari Kejauhan
Menjelang jam 10.00 pagi ketika rombongan kami memasuki kawasan pulau Bungin. Dari kejauhan pulau ini tampak kecil namun padat. Pulau yang tak jauh dari daratan itu, saat ini sudah dapat dilalui dengan jalan. Jalan ini dibuat dengan menimbun laut yang memisahkan pulau Bungin dengan daratan kecamatan Alas. Adanya jalan ini memudahkan akses keluar-masuk warga maupun pendatang ke Pulau Bungin.

Pulau Bungin berpenduduk sekitar 3000-4000 jiwa. Pulau ini dikenal sebagai pulau terpadat di dunia. Dengan luas pulau sekitar 1,5 kilometer persegi, seluruh daratan di pulau ini dipenuhi rumah penduduk. Oleh karena itu, pulau yang didiami masyarakat keturunan suku Bajo ini punya tradisi unik yaitu setiap warga yang hendak menikah maka harus menyediakan lahan untuk membuat rumah dengan cara menguruk pantai di tepian daratan. Dari itu lambat laut pulau ini akan melebar luasnya.


Saking padatnya penduduk, hampir tidak dapat kita temui tanaman di pulau ini. Saya sendiri hanya menemui 3 batang pohon kelapa yang tumbuh di halaman SDN pulau Bungin dan beberapa tanaman hias di pot. Pagar SD terkunci rapat menghindari kawanan kambing memasuki halaman sekolah dan memakan tanaman. Di pulau ini, kambing cukup banyak dipelihara. Namun, karena tidak ada tanaman, maka kambing di pulau ini makan kertas, ikan, bahkan nasi. Berikut ini video kambing ketika disodori kertas.

                                                                     Video Kambing Makan Kertas

Ketiadaan tanaman  ini juga yang mengakibatkan suhu udara di pulau Bungin sangat panas. Jam 10 pagi ketika kami berada di sana, serasa jam 12.00 siang. Aktivitas masyarakat setempat di siang hari lebih banyak dilakukan di dalam rumah atau di kolong rumah panggung yang tingginya sekitar 1,5 meter di atas tanah. Di siang hari, perempuan-perempuan muda membedaki wajahnya dengan semacam masker/bedak dingin. Pada saat kondisi laut pasang, kolong rumah panggung tergenang air laut.

SD Negeri Pulau Bungin
Demikian sekilas kisah perjalanan ke pulau Bungin, pulau kecil di kepulauan Sumbawa NTB.

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...