Senin, 31 Juli 2017

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam. 
"Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil lalu. Nggak biasanya si bungsu ngeluh gak mau tarawih. Paling-paling dia berceloteh, kalau sholat tarawihnya gak penuh karena capek.
"Imamnya gak jelas, masak sholat tarawihnya 5 Kali." Ujarnya masih sambil menngerutu. "Bukan 5 Kali dik, tadi yang ke 5 itu witir. Witirnya 2 rokaat salam, dan 1 rokaat salam."
Tapi penjelasan saya rupanya tidak juga membuatnya mengerti.
"Aku bingung bu. Aku tadi pas sholat kentut, terus aku wudhu, nah masak baru 1 rokaat, imamnya sudah salam. Jadi aku diam, bingung terus ikut salam. Sholatku nggak sah." Gerutunya panjang lebar.
Rupanya dia belum paham kalau sholat witir boleh 3 rokaat langsung. Atau 2 rokaat, Dan 1 rokaat. Kebiasaan sehari-hari di mushola dekat rumah, sholat witir langsung 3 rokaat. "Sholatmu gak batal dik, kan sholat witir boleh 1 rokaat." Rupanya penjelasan saya sedikit melegakannya.
"Jadi tadi aku sudah sholat witir?" Tanyanya minta penegasan.
"Iya, betul." Sambil merangkul, dia berkata lagi, "Tapi aku gak suka kalau imamnya yang tadi. Aku gak mau." Ujarnya masih kesal.
Ternyata persoalan imam sholat tak hanya masalah orang dewasa. Anak kecilpun punya penilaian. Saya sendiri, sebelum berangkat tarawih kadang ngecek dulu, siapa imamnya. Karena, pernah beberapa tahun lalu, banyak jamaah yang menggerutu karena bacaan imam sering salah, tajwidnya juga salah. Alhasil, shalatpun nggak khusyu'. Jamaah laki-laki sibuk membetulkan bacaan imam. Jamaah ibu-ibu sibuk kasak kusuk.
Alhamdulillah, 2 tahun belakangan DKM sudah mulai selektif memilih imam. Tidak lagi melihat senioritas.
Seorang imam sangat besar pengaruhnya bagi semua jamaah. Bahkan anak-anak pun terpengaruh. Dalam Islam memiliki imam sudah ada aturannya, tidak sembarangan.
Imam tadi malam yang dikeluhkan si bungsu, adalah ustadz yang diundang jadi imam. Bacaannya bagus, fasih. Hanya saja dia melaksanakan sholat witir berbeda dengan kebiasaan.
"Terus kamu maunya imam sholat tarawih yang seperti apa?" Tanya saya sekedar hendak mengurangi kekesalan si bungsu.
"Aku senengnya imam yang cepet." Jawabnya sambil tersenyum dan menyebut nama Bapak Imam yang menurutnya cepet itu.
Woalah, dasar anak.
Jakarta, Ramadhan ke 13

Kesalahan Makmum

Pada saat Bapak Imam selesai membaca surah At Tien di rokaat kedua sholat Isya' beberapa waktu lalu, ...biahkamilhaakimiin...., tiba-tiba terdengar suara seorang makmum membaca, "aamiin." Dari nada berat suaranya, yang mengucapkan 'aamiin' tersebut bukan anak-anak. Imam yang yakin benar dalam memimpin sholat, melanjutkan takbir untuk ruku'. Semua jamaah mengikuti imam. Tidak ada yang mengucapkan, "subhanallah," pertanda imam melakukan kesalahan. Setelah selesai sholat, baru beberapa jamaah kasak kusuk, membicarakan insiden, "aamiin," tadi. Si Bapak yang melakukan kesalahan tadi, minta maaf sambil tersenyum malu.
Pada kesempatan shalat berjamaah berikutnya, insiden kesalahan makmum kembali terjadi. Kali ini pelakunya juga seorang Bapak. Saat imam takbir menuju duduk tasyahud akhir, seorang Bapak dengan cukup keras membaca, "subhanallah". Ucapan Bapak ini tidak diikuti jamaah lain. Bapak imam yang yakin benar, melanjutkan mebaca tahiyat akhir, lalu salam. Selesai salam, dan membaca do'a, baru ketahuan bahwa si Bapak tadi lupa jika dia makmum masbuk. Beliau minta maaf, sambil tersenyum malu-malu.
Dalam sholat berjamaah, ada aturan untuk mengingatkan imam yang melakukan kesalahan. Namun sebaliknya, jika makmum yang melakukan kesalahan, jamaah lain tidak bisa mengingatkan. Bahkan, jika menegur makmum yang melakukan kesalahan, baik dengan ucapan maupun tindakan, maka sholatnya bisa batal.
Seorang makmum yang melakukan kesalahan, tidak akan berpengaruh terhadap sholat makmum lainnya. Namun, jika imam yang melakukan kesalahan, akan berpengaruh terhadap sholat seluruh makmumnya. Hanya saja, kesalahan makmum, apalagi jika diucapkan dengan keras, dapat menganggu kekhusyukan sholat berjamaah.
Oleh karena, saat menjadi makmum, sebaiknya kita berusaha menjadi makmum yang baik dan benar. Makmum yang khusyu', konsentrasi, bisa membetulkan imam jika melakukan kesalahan. Jika makmum tidak khusyu', jangankan membetulkan imam, yang terjadi malah menganggu kekhusyukan jamaah lainnya.
Wallahu'alam

Catatan Sahur

Pagi ini seperti biasa jam 03.00 saya sudah melek. Namun, karena lagi halangan, saya membiarkan diri saya bermalas-malasan dulu di tempat tidur. Sambil masih merem, saya nikmati kesenyapan malam. Sesekali suara tiang listrik dipukul terdengar dari kejauhan. Bunyi 'klinthingan' satpam membangunkan orang sahur, lewat depan rumah.
Jam 03.15, saya beranjak bangun. Setelah ke kamar mandi, cuci muka, saya melangkahkan kaki ke dapur, menyiapkan makan sahur. Tak banyak yang mesti saya masak. Rendang ayam yang aromanya sempat membuat seisi rumah menahan air liur siang-siang kemarin, masih separoh. Saya cukup menghangatkan, menumis sayur, menggoreng tahu-tempe, dan memotong buah-buahan.
Sementara saya di dapur, seluruh penghuni rumah masih lelap tidur. Sebelum tidur, si bungsu berpesan minta dibangunin jam 3, "biar bisa makan macam-macam" katanya. Namun, melihat tidurnya pulas, saya tunda bangunkan dia jam 3.
Malam ini, entah mengapa, suasana terasa begitu tintrim. Suasana yang membuat bulu kuduk saya rada merinding. Spontan, Saya lafalkan berbagai zikir untuk menenangkan diri. Namun pikiran saya justru mengembara liar tak terkendali. Bayang-bayang gadis muda tetangga saya,yang meninggal kemarin, menari-nari di pelupuk mata. Saya merasa seperti diamati. Beberapa kali Al Fatihah saya kirimkan untuknya, tak juga menghilangkan bayangan itu. Perasaan saya, makin tak karuan. "Ah, kenapa juga suami yang biasanya sudah bangun untuk sholat malam, masih belum keluar kamar?" Batin saya.
Kembali saya lanjutkan lafalkan zikir dan do'a perlindungan dari kejahatan makhuk. Do'a ini biasanya mujarab menghilangkan rasa takut. "A'udzubiikaliimatillahi taammati min syaari maa kholaq."
Dulu saat masih sering menjadi panitia jurit malam, do'a ini menjadi bacaan wajib yang dilafalkan bersama sebelum peserta berjalan sendiri lewat tengah malam. Maka, meski panitia menakut-nakuti dengan pocong, mereka bisa melalui dengan tenang. Hadeh, ingatan tentang pocong, membuat bayang-bayang itu makin lekat di pelupuk mata.
Akhirnya saya tak tahan. Saya biarkan penggorengan masih menyala. Saya lari ke kamar si bungsu. Saya goyangkan badannya agar cepat bangun, "dik, katanya minta dibangunin jam 3, ini sudah jam 3 lewat." Bisik saya. Si bungsu menggeliat sebentar dan membuka matanya. Tak perlu lama menunggu, si bungsu bangkit dari tempat tidur dan menemani saya di dapur. Perasaan saya menjadi tenang. Saya lihat, gorengan tempe di atas kompor sudah gosong. Ya sudahlah..😰
Jakarta,
Catatan hari ke 10

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...