Rabu, 30 Mei 2012

Mabuk Genjer

Seperti biasa jelang sholat Ashar saya menyusuri ruang-ruang kelas menyisir siapa tahu masih ada siswa yang belum menuju masjid untuk shalat berjamaah. Dari kejauhan saya melihat masih banyak siswa yang bergerombol  di depan ruang kelas XI IPA 1. Begitu mendekat, saya mendengar salah seorang siswa berbicara kepada teman-temannya.."eh..ada bu Ana, ada bu Ana...!". 

Begitu saya masuk ke ruang kelas itu, ternyata memang masih  banyak siswa laki-laki dan perempuan di dalam. Bergegas siswa beranjak ke luar kelas ketika saya bilang "yang boleh tinggal di kelas  yang sedang haid, gila, atau mabuk.!" (karena dengan 3 kondisi ini seseorang haram melaksanakan shalat). Tiba-tiba terdengar salah seorang siswa menjawab, "saya lagi mabuk bu..., mabuk genjer." Hahaha... anak-anak yang lain tertawa. Sayapun turut tertawa. Itu suara  muridku yang memang rada unik. Unik, karena dia selalu menemukan kata-kata yang pas sehingga mudah diingat. Waktu kelas X, dia menyebut teman-temannya yang hanya diam ketika kelompoknya presentasi sebagai "pemanis buatan". Teman-temannya sering menyebut dia kepedean dan sok ganteng. Hehe..ada-ada saja. 

Dan sayapun melangkah dengan ringan menuju masjid sambil mensyukuri hari ini. Saya menyadari, menjadi guru memang pertanggungjawaban dunia akhirat. Apalagi sebagai guru di madrasah. Sebagai orang tua di sekolah, kami para guru harus memastikan setiap anak menjalankan kewajiban ibadah shalat dhuhur dan Ashar sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing. Alhamdulillah, dengan pembiasaan ini secara umum tidak sulit mengajak mereka shalat berjama'ah dimasjid. Kalaupun ada, hanya satu dua anak yang memang masih perlu perjuangan. 

Ah,..selalu ada hiburan di antara murid-murid, di ruang-ruang kelas dari keisengan dan canda mereka. Alhamdulillah.


Jakarta, jelang senja.







Selasa, 29 Mei 2012

Sekali Lagi UN

Selesai sudah hiruk pikuk dan kesibukan perhelatan besar yang bernama Ujian Nasional. Mulai dari tingkat SD hingga SMA telah selesai dilaksanakan. Saat ini yang ramai adalah berita kelulusan UN dan peraih nilai tertinggi UN tingkat SMA/MA dan SMK/MAK. Nama-nama 10 peraih nilai tertinggi UN diberitakan dimana-mana baik melalui media resmi maupun jejaring sosial. Nilainya sungguh sempurna, nyaris betul semua. Peraih nilai tertinggi UN dengan total nilai 58,6 Triawati Octavia dari SMA Negeri  2 Kuningan bahkan diundang bersama ibundanya di acara prime time TV One "Apa Kabar Indonesia Malam".

Menyaksikan itu, timbul sedikit keraguan, nilai kimia sempurna 10, tidak ada yang salah satupun. Juga mata pelajaran lainnya. Namun suudzon itu tidak baik. Bisa jadi memang, sekolah itu telah membiasakan soal-soal ujian dengan tingkat kesulitan lebih tinggi daripada soal-soal UN sehingga soa-soal UN dapat dikerjakan dengan mudah. Demikian juga anaknya memang telah belajar dengan maksimal untuk menghadapi UN.

Meskipun berita kecurangan UN merebak dimana-mana dan pada tingkatan sekolah apa saja, namun pasti masih ada siswa-siswi yang berjuang maksimal dan mengerjakan UN dengan jujur serta mendapatkan nilai terbaik. Saya yakin sebagian besar siswa yang orangtuanya guru dan bukan guru masih memegang teguh prinsip kejujuran. Demikian keyakinan saya, berdasarkan cerita dari milis guru maupun teman-teman saya yang guru yang anaknya mengikuti UN tingkat SMA/MA. Teman saya yang guru kimia, nilai UN kimia anaknya nayris 10 hanya salah satu. Demikian juga yang orangtuanya guru matematika, maka nilai UN matematika anaknya juga nyaris 10. 

Sebagai guru ekonomi, UN yang benar-benar jujur saya alami adalah UN yang pertama. Saat itu, saya mengajar mata pelajaran ekonomi-akuntansi klas XII di salah satu SMA swasta nasional plus di Jakarta Selatan. Murid-murid saya banyak yang berprofesi sebagai artis maupun olahragawan. Ketika kebijakan UN ditetapkan, semua fihak bersiap. Saya merasakan gairah belajar yang lebih pada murid-murid saya waktu itu. Apalagi ketika hasil try out pertama 100% siswa tidak berhasil mencapai nilai minimal batas kelulusan UN untuk mapel ekonomi. Seluruh siswa syok, lebih-lebih gurunya. Namun, kondisi itu menjadi titik balik untuk menyamakan langkah mencapai kelulusan. Saya masih bisa merasakan kebahagiaan itu ketika seluruh siswa akhirnya berhasil lulus dan saya yakin 100% jujur hasil belajar sendiri. Seperti merayakan sebuah kemenangan.

Namun, momen itu tinggal kenangan. UN berikutnya dan berikutnya mulai ditemukan kecurangan disana-sini dan cukup masif. Meskipun demikian, saya yakin diantara siswa-siswa saya masih ada yang memegang teguh kejujuran dalam UN, meski jumlahnya mulai berkurang. Pasti sungguh berat perjuangan mereka menahan godaan untuk tidak memanfaatkan kunci jawaban yang beredar luas. Termasuk, kenyataan pahit ketika menerima pengumuman kelulusan dan nilai yang mereka dapatkan jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang mendapat bocoran kunci jawaban. 

Akan tetapi, kejujuran itu Insya Allah pasti berbuah manis. Beberapa murid saya yang sehari-harinya cerdas, dan ketika UN memegang teguh kejujuran sehingga nilai UN yang mereka peroleh biasa saja(tidak spektakuler),  lolos diterima lewat jalur undangan di universitas-universitas negeri ternama. Alhamdulillah, sungguh happy ending dan membuat kami para guru bangga. Saya yakin, di setiap sekolah masih ada siswa-siswa seperti mereka. Merekalah generasi muda yang bekerja keras dan memilih berpihak pada kejujuran. Meskipun jumlah mereka tidak banyak, semoga dapat mewarnai negeri ini dengan warna-warna yang cerah. Aaamin.

Congaratulation..



Minggu, 20 Mei 2012

Cinta..

Bu Ana...!!! seru teman saya pagi itu.. seperti tidak sabar..dan akhirnya dia sudah duduk di depan saya. "Saya mau cerita, saya sudah tidak tahan mau cerita", ujarnya beruntun. "Cerita apa bu, kayaknya serius banget", kata saya. "Iya, semalaman saya tidak bisa tidur memikirkan ini", ujarnya lagi. Lalu tanpa bisa dibendung si ibu mulai menceritakan semua uneg-uneg yang sudah semalaman dia pendam. Saya terhenyak, diam terpaku menyimak ceritanya. Saya tidak akan menceritakan ceritanya di sini detailnya, bisa dibilang aib, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Teman saya merasa shock dan terbebani fikirannya karena kedua pelaku adalah teman yang sama-sama kita kenal.

Laki-laki berpoligami memang tidak dilarang, dan jatuh cinta adalah dorongan alami setiap manusia anugerah Allah, jadi  pasti tidak untuk dielakkan.  Apalagi memang si ibu idaman hatinya perempuan single setelah berpisah dari suaminya. Hanya, memperhatikan banyak yang palsu akhir-akhir ini: alamat palsu, kesaksian palsu, rambut palsu (gayus), plat mobil palsu, dan palsu-palsu lainnya, maka hati-hati juga dengan cinta palsu. Yang terakhir ini perlu digaris bawahi karena 'cinta' yang demikian mengharu biru hidup manusia seharusnya tidak boleh dipalsukan.

Bagaimana kita bisa membedakan apakah cinta itu cinta sejati atau cinta palsu? Itu tidak mudah. Saya jadi teringat pernah mendapat pertanyaan serupa dari seseorang yang berkata "aku merasa lebih baik hidup dalam kerinduan, daripada aku hidup  menjemukan sehingga membuatku putus asa." "Apakah itu salah", tanyanya. Sebelum saya bisa berkata-kata, dia melanjutkan "bukankah cinta sejati tidak bisa mati", tanyanya lebih tepat mungkin untuk dirinya sendiri. Saya berkata, "menurutmu, cinta sejati itu apa"? Dan, rupanya dia masih asyik dengan fikirannya sendiri sehingga tidak menjawab pertanyaan saya.

Setelah panjang lebar pembicaraan, saya mengambil kesimpulan sendiri dan berkata padanya,  "memang cinta sejati tidak bisa mati". Tapi apalah cinta sejati itu...? cinta sejati adalah segala rasa yang membuat kecintaan kita kepada Sang Maha Pemilik Cinta yang hakiki semakin besar dan yang membuat Allah mencintai kita. Jika itu yang kau rasakan, maka itulah cinta sejatimu. Jika sebaliknya, maka hati-hatilah dengan perasaan cinta yang menipu. Dan dia berkata, "Subhanallah, terima kasih ibu". Kemudian dia berlalu, hingga kini entah bagaimana nasib cintanya saya kurang tahu.

Namun memang tidak semudah mengatakan, cinta sejati pasti diuji. Karena jenis cinta ini membuat cinta kita kepada Allah makin besar dan juga Allah mencintai kita, maka ekspresinya pasti  sesuai syariah. Fenomena ganti-ganti pasangan dan kawin cerai sepertinya bukan ekspresi cinta sejati. Namun, cinta yang gagal menghadapi ujian. Dan yang paling mengerti sejauh mana kadar cinta sejatinya hanya diri sendiri yang merasakanlah yang tahu. Kedua teman saya yang sedang jatuh cinta di atas saya tidak dapat menjustifikasi seperti apa jenis cinta mereka. Namun jika ekspresi cinta mereka sudah tidak sesuai syariah, saya bisa pastikan bahwa itu adalah jenis perasaan cinta yang menipu.

Wallahu'alam..


Kamis, 17 Mei 2012

Konser itu...

Akhirnya saya ikut-ikutan alias gatel untuk ikut mengomentari heboh konser LG yang dibatalkan. Di milis guru, diskusi tentang ini bertahan berhari-hari. Pihak yang pro dibatalkan dan yang kontra dibatalkan saling adu argumen. Dari seluruh simpang siur diskusi, main topiknya adalah sesuai atau tidak sesuai konser LG dengan budaya bangsa. Karena milis guru, masing-masing berargumen dalam kerangka pendidikan. Saya yang ikut-ikutan nimbrung dengan melihat sudut pandang ekonomi  _bahwa lagi-lagi kita hanya dijadikan konsumen produk luar, dan oleh karenanya kenapa harus membela konser LG_ kurang mendapat tanggapan. Stasiun televisi-pun heboh menyiarkan pro-kontra ini. Jadi apa sebenarnya yang terjadi? Fenomena apa ini?


Belum lama berselang, konser Super Junior dan  Justien Beiber dan konser-konser lain menggebrak Jakarta. Semuanya diterima dan dielu-elukan oleh fans. Bahkan pada saat "Suju" dielu-elukan fans  Jakarta, sempet beredar 'entah benar atau tidak' komentar Justin Beiber bahwa fans Indonesia aneh alias gila. Khusus konser 'Suju" saya sendiri sempat surprise dan mentertawakan teman saya yang guru dan minta ijin mengantar anaknya ke bandara menjemput "Suju". Saya ingat wajah manyun dan kesel si ibu tapi daripada anaknya "hanya" pergi dengan teman-temannya dia akan lebih khawatir terpaksa dia ikut menjemput 'Suju" ke bandara. Hahaha...


Temen saya itu bercerita bagaimana dia tidak habis fikir ketika anaknya memenuhi laptop dengan download-an lagu-lagu Suju, dan ketika di rumah dia menari mengikuti gaya tarian Suju sambil menyanyi. Sedangkan anak temen saya ini, klas XII SMA, perempuan, pake jilbab dan aktif di rohis. Daripada bingung-bingung tanya kenapa, saya akhirnya lihat sendiri atraksi "Suju" melalui youtube. Dan..akhirnya saya mengerti mengapa remaja-remaja itu pada ngefans. Wajah-wajah 'Suju" yang cool ditambah atraksi tarian yang kompak dan enerjik sangat cocok dengan jiwa anak muda. Sebagai anak muda yang berenergi, meskipun berjilbab dan aktif di rohis, semangat dan energi kemudaannya selaras dengan aliran musik 'Suju". Jadi, sebagai orang tua apakah bijak jika kita melarangnya?

Seperti konser Suju dan juga Justin Beiber yang digandrungi anak muda, konser LG_pun pasti punya penggemarnya sendiri. Saya tahu, anak temen saya sama sekali tidak tertarik dengan konser LG. Secara tidak langsung dia sudah menyaring sendiri, mana-mana yang perlu dilihat dan digemari sesuai dengan norma-norma yang dia yakini. Dan dia pasti tahu bagaimana ibunya akan berang kalo dia ngefans dengan LG.  Jadi, dalam iklim keragaman di Indonesia apapun bentuknya pasti ada segmen penggemarnya sendiri-sendiri. Yang jelas pasti harus orang berduit yang sanggup membeli tiket termurah Rp. 500.000,00.

Kembali ke pro kontra konser LG, heboh pemberitaan ini tidak menguntungkan siapa-siapa kecuali LG. Apa manfaatnya buat kita, sementara konser terbatas orang-orang berduit dilarang, anak-anak kita bebas melihat atraksinya di youtube  melalui bilik-bilik warnet maupun akses internet yang makin mudah dimana-mana. Dan seperti 'kasus' anaknya temen saya itu, pendidikan yang baik dari kecil, konsisten dan berkelanjutan tentang mana yang benar mana yang salah, apa yang boleh apa yang tidak_lah yang bisa memfilter anak-anak kita dari serbuan budaya manapun yang tak terbendung. Larangan-larangan saja tanpa proses pendidikan berkelanjutan tidak akan ada artinya.

Salam

Jakarta, suatu siang.

Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...