Beberapa hari yang lalu dunia penerbangan kita kembali ditimpa musibah yaitu jatuhnya pesawat fokker yang menimpa rumah penduduk di komplek Halim Perdana Kusuma. Musibah ini mengakibatkan korban meninggal dunia sebanyak 11 orang. Empat diantara korban tersebut adalah warga yang rumahnya tertimpa jatuhan pesawat, 2 diantaranya adalah anak-anak. Sedangkan 7 lainnya adalah awak pesawat. Siaran media baik televisi maupun lainnya melaporkan kejadian itu terus menerus sehingga kita semua pemirsa dapat mengikuti perkembangannya. Media tak luput menyiarkan kesedihan dan duka mendalam keluarga korban yang barangkali tidak pernah menyangka akan menerima ujian seperti ini.
Meskipun ajal setiap manusia telah ditentukan waktunya, tidak dapat dimajukan atau dimundurkan sedetikpun, seperti dalam QS. Al Anam ayat 2 "Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal
(kematianmu) dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui olehNya", namun kematian mendadak apalagi pada usia muda dan bukan karena penyakit kronis pasti menimbulkan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Bagi yang pernah mengalami ditinggalkan keluarga dekat sebab kematian mendadak, sangat bisa memahami keperihan hati keluarga korban. Andaikan bisa, akan menukarkan nyawa keluarga tercinta dengan semua harta benda. Karena tidak ada yang bisa melebihi kehilangan dan kesedihan yang disebabkan oleh kematian. Kehilangan dan kesedihan lainnya masih bisa dicari gantinya. Bahkan, Rasulullah kekasih Allah saja pun merasakan duka dan menangisi kematian putra Beliau Ibrahim.
Namun demikian, ajal itu itu adalah keniscayaan, satu-satunya kepastian orang hidup. Duka yang mendalam atau bahkan kemarahan atas musibah inipun tidak akan membuat yang mati bisa hidup lagi. Justru akan menyulitkan kita untuk berserah kepada Allah dan bisa jadi akan menghalangi perjalanan almarhum/ah di kampung akhirat karena terus menerus kita ratapi.
Banyak ayat dalam Al Quran yang mengabarkan ketentuan Allah tentang kematian:
QS. Ali Imran; 185 bahwa:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
dan dalam QS. An Nisa' ayat 78:
"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh".
Keyakinan akan ketentuan ajal yang sudah tentu waktunya ini (takdir), akan memudahkan kita mengatasi kesedihan karena kematian. Lebih dari itu, memberi keyakinan kepada kita bahwa segala yang terjadi ini adalah yang terbaik menurut Allah. Dengan itu, tidak akan menyia-nyiakan waktu larut dalam kesedihan yang bahkan akan melenakan kita dari mendo'akan almarhum/ah.
Agama menganjurkan kita semua untuk menyiapkan bekal hidup di kampung akhirat. Seperti tersebut dalam ayat di atas bahwa "
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" , dan kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya. Bekal itu adalah amal ibadah kita selama hidup di dunia. Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut: "Ketika seorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, keculai 3 hal yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo'akannya" (HR. Muslim). Anak sholeh yang dimaksud dalam hadits ini tidak terbatas pada anak kandung, tapi siapa saja yang berada dalam pengasuhan kita sehingga menjadi sholeh dan mendo'akan.
Oleh karena itu, menyaksikan berita musibah-musibah yang menimpa saudara-saudara kita itu, sebenarnya adalah sarana pengingat jika suatu saat terjadi kepada kita atau keluarga kita. Ada baiknya dengan seksama kita ucapkan Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun dan berdo'a semoga almarhum/ah mendapat ampunan dan kasih sayang Allah dan keluarga yang ditinggalkan tabah.
Wallahu'alam