Rabu, 19 Desember 2012

Bagi Rapor

Pagi ini cerah. Matahari bersinar lembut, semilir angin membawa hawa sejuk sisa hujan tadi malam. Diiringi alunan merdu 'Rossa', aku melajukan my little picanto perlahan-lahan menuju sekolah. Hari ini acaranya adalah pembagian rapor semester I. Meskipun bukan wali kelas yang bertugas membagi rapor, sebagai wakil kepala, aku mesti hadir di setiap kegiatan sekolah.

Sesampai di sekolah sudah mulai ramai. Rupanya orang tua/wali murid cukup antuasias mengetahui hasil belajar putra-putrinya selama satu semester. Beberapa orang tua  bahkan sudah ada yang menenteng rapor putra/putrinya. Ah ya.. ternyata aku sudah agak terlambat tiba di sekolah jam 8.15. Sedangkan acara pembagian rapor dimulai jam 08.00WIB.

Setelah  memarkir kendaraan, aku berjalan menuju ruanganku di lantai 2. Dalam perjalanan ini aku menemui wajah-wajah sumringah dan penuh harap para orang tua/wali murid ingin mengetahui hasil rapor putra-putrinya. Aku menyalami dan menyapa setiap orang tua/wali yang kebetulan berpapasan. Beberapa diantaranya adalah wajah-wajah yang sudah cukup familier. Aku berbincang singkat menanyakan kabar bapak/ibu orang tua yang dimataku wajah-wajahnya nampak begitu cerah dan bahagia. Sejujurnya aku juga berbahagia bertemu mereka.

Dalam pendidikan, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh tiga pilar guru, orang tua, dan masyarakat, dan tentu saja siswa itu sendiri. Untuk pendidikan menengah setingkat SLTA, anak akan menghabiskan waktunya dari jam 6.30 hingga jam 15.30 di sekolah. Dengan demikian nyaris separoh hari kehidupan seorang anak adalah bersama kami para guru di sekolah sebagai pengganti orang tuanya. Maka, ketika menemui mereka, aku seperti menemui diriku sendiri. Selama ini kami para guru dan orang tua telah mendidik anak yang sama dalam waktu dan konteks yang berbeda.

Di ujung tangga lantai dua, aku berpapasan dengan seorang bapak yang wajahnya cukup familier. Hanya saja karena jumlah orang tua siswa cukup banyak, aku tentu tak hafal nama beliau. Aku ingat bapak ini salah satu dari orang tua yang sering datang memenuhi panggilan kami untuk mendiskusikan masalah anaknya. Saat berpapasan bapak ini nampak sumringah dan langsung menyalamiku. Nampaknya beliau seperti sudah sangat mengenalku sebagai guru anaknya. Aku menyapa beliau dan menanyakan kabar sambil dalam hati mengingat-ingat bapak ini orang tua siapa kelas berapa.

Dalam perbicangan singkat, si bapak mengungkapkan kegembiraannya bahwa anaknya sudah banyak kemajuan sekarang. Bahwa anaknya sudah tidak minta pindah sekolah, bahwa anaknya sudah mau belajar, dan merasa nyaman sekolah disini. Aku mendengarkan cerita beliau sambil masih mereka-reka siapa anak bapak ini. Namun memperhatikan ceritanya sepertinya anaknya cukup bermasalah. Sambil masih terus mengingat siapa anak yang sedang kami perbicangkan, aku mengatakan kepada bapak ini bahwa sekecil apapun kemajuan yang diperoleh anak maka itu sebuah prestasi yang harus kita apresiasi. Aku menemukan binar kebahagiaan ketika bapak ini akhirnya berpamitan. Ah..senangnya melihat orang tua senang. Sambil berjalan menyusuri lorong kelas, dalam hati aku perbaiki janjiku untuk mendidik anak-anak muridku ini seperti mendidik anak-anak sendiri. Mengingatkan jika mereka salah, memberi dukungan saat mereka tak bersemangat, memujinya atas kebaikan yang mereka lakukan.


 



The Finland Phenomenon 1 4 2011 Full documentary



Kamis, 13 Desember 2012

Guru yang Pedulikah?

Setelah absen hampir 2 minggu baik karena halangan maupun kesibukan panitia UAS, pagi ini aku kembali melaksanakan shalat dhuha dan hajat bersama-sama dengan murid-murid di masjid. Kewajiban melaksanakan shalat dhuha dan hajat bersama-sama setiap hari adalah kegiatan pembiasaan diri bagi siswa madrasah ini. Dengan harapan, pembiasaan shalat dhuha dan hajat meski awalnya barangkali dilakukan dengan enggan, lambat laut akan terbiasa. Pagi ini pesertanya hanya siwa klas XII yang sedang Try Out Ujian Nasional, sementara klas X dan XI belajar di rumah.  Dari barisan belakang aku mengamati tingkah polah murid-muridku yang mayoritas berada dalam tahap remaja akhir alias sebentar lagi beranjak dewasa awal. Di mataku tingkah polah mereka masih sama saja seperti ketika melihat mereka pertama kali menjadi siswa baru klas X.

Kali ini aku memilih berdiri di shaf terdepan shaf putri, di belakang shaf siswa laki-laki. Posisi ini memudahkan untuk mengawasi siswa putra dan putri sekaligus. Aku juga sengaja memulai belakangan shalat setelah semua siswa sudah shalat. Ketika saatnya sholat dhuha dan salah seorang siswa putra sebagai imam sudah menggaungkan takbiratul ihram aku perhatikan masih banyak siswa yang bahkan belum berdiri dari duduk. Dan, seperti biasa kami lakukan para guru sejak mereka siswa baru, kami mulai menyuruh mereka shalat. "Ayo semua bangun, shalat-shalat", ajak kami para guru. Dan merekapun berdiri meski diantaranya kelihatan enggan. Namun, diantara itu masih ada beberapa siswa yang masih duduk. Akhirnya aku sebut nama-nama siswa yang masih duduk itu. Rupanya manjur, dengan langsung disebut nama, mereka langsung berdiri. Inilah pentingnya guru mengenali semua murid-muridnya, tak sekedar kenal nama namun juga terbiasa menyebut nama siswa-siswanya.

Setelah selesai shalat dan berdo'a serta seluruh siswa beranjak menuju kelas masing-masing, aku ada waktu untuk duduk iktikaf sebentar di masjid. Sambil duduk aku memikirkan peran guru dalam pendidikan murid-muridnya. Aku sadari menjadi guru tidak bisa main-main, meskipun bisa saja jika mau main-main dan cuek tidak mau tahu selain hanya mengajar bidang studi. Kita tidak boleh diam dan cuek melihat perilaku siswa. Mereka masih perlu diingatkan, tanpa bosan, tanpa henti sampai saatnya mereka lulus dan melanjutkan jalan hidup masing-masing.

Seperti kasus 5 siswa yang kemarin tertangkap basah merokok di warung dekat sekolah, mereka memang boleh dibilang sudah kecanduan rokok. Pernah ketika acara rihlah ke Jogja saat mereka kelas XI, diantara 5 siswa tersebut adalah yang aku pergoki merokok di kamar ber AC! Waktu itu, malam sekitar jam 12.00, sambil sweeping terakhir memastikan seluruh siswa sudah tidur/berada di kamar masing-masing, aku mendengar suara-suara setengah berbisik dari kamar mereka. "Eh..ada bu Anna, ada bu Anna". Dan ketika aku ketok pintunya tidak ada yang menjawab. Salah seorang siswa pura-pura baru bangun, membuka pintu ketika pintu kugedor. Dan setelah lampu aku nyalakan ketahuan seluruh kamar dipenuhi asap rokok. Alamak..dan malam itupun mereka aku suruh keluar kamar semua, hingga asapnya keluar.

Begitulah kejadian-kejadian yang tiap saat kita temui bersama siswa. Andai kita mau membuka mata, hati, dan telinga kita akan menemukan banyak hal yang selain ada yang lucu dan menarik, ada juga hal-hal yang perlu diperingatkan. Apalagi dalam kondisi kemudahan akses informasi dan komunikasi seperti sekarang. Kemudahan ini bisa berakibat positif maupun negatif. Positifnya, menjadi sumber ajar alternatif bagi siswa. Negatifnya, memudahkan akses ke situs-situs tertentu yang seharusnya dilarang. Yang terakhir ini mesti diwaspadai.

Menjadi guru memng tidak boleh main-main apalagi cuek. Harus disadari, pentingnya peran kita sebagai pendidik generasi.


Rabu, 12 Desember 2012

Lagi-lagi Merokok

Tak sempat melarikan diri, kelima siswa klas XII itu tertangkap basah sedang mengepulkan asap rokok di warung dekat sekolah. Saat itu jam istirahat ke-dua setelah shalat dhuhur. Siswa kelas X dan XI setelah shalat dhuhur sudah boleh pulang karena jadwal UAS telah selesai. Sementara kelas XII masih ada satu lagi pelajaran yang akan diujikan. Kelima anak tersebut menyelip diantara siswa-siswa yang sudah pulang sehingga luput dari perhatian penjaga. Dan 'peradilan' siang itu dimulailah.

'Tahukah kalian apa kesalahan kalian' , tanya bapak wakasis. "Iya pak" jawab salah seorang dari mereka, sementara yang lain diam menunduk. Namun tiba-tiba salah seorang diantaranya menjawab "tapi saya kan tidak merokok di sekolah pak', katanya sedikit menantang. Ah beginilah salah satu tipikal remaja, sudah tahu bersalah masih juga mau berkelit, menantang lagi. Lalu bapak wakasis yang hampir tidak pernah marah itu mengambil tata tertib sekolah. "Ayo kamu baca pasal ini, yang keras biar semua dengar", suruhnya kepada si siswa yang menantang. "Jadi perbuatanmu melanggar tata tertib apa tidak?" tanya si bapak setelah siswa tersebut selesai membaca. "Sudah tahu  apa sanksinya?", tanya si bapak lagi. "Iya pak" jawab mereka serempak. Si anak yang mencoba berkelit itupun diam tak berkutik.

 Aku yang juga mengikuti 'peradilan' itu sementara tidak ikut bicara. Aku kenal anak-anak ini memang agak sering membuat ulah. Namun hanya kenakalan-kenakalan yang normal, bukan kriminal. Bahkan, ketika aku mengajar mereka di kelas XI, prestasi dan semangat belajar mereka sebagai anak IPS lumayan bagus. Tetapi, 'merokok' perbuatan yang hampir lazim dilakukan banyak orang ini membuatku sering senewen dan tak habis fikir. Inilah perbuatan tidak berguna yang dilakukan oleh orang berakal. Bagaimana mungkin orang yang berakal melakukan perbuatan tak berguna ini??

Satu persatu aku tanyakan ke mereka apakah orang tua (ayah) mereka merokok? Mereka semua menjawab ya. Lalu ketika aku tanya, kapan mulai merokok, mereka menjawab rata-rata mulai merokok tamat SMP. Dan rata-rata merokok 2 batang sehari. Tempat dimana mereka merokok adalah di jalanan antara sekolah dan rumah. Dengan latar belakang seperti itu, menyuruh mereka tidak merokok sama halnya seperti menggarami air laut. Hampir tak berbekas. Namun, tugas kami para guru dan siapapun orang tua memang sebatas memberi peringatan. Maka setengah bertanya aku berkata, 'apakah kalian mati jika tidak merokok'? Salah seorang dari mereka menjawab: "enggaklah bu". "Saya pernah mencoba berhenti berhasil selama seminggu, dan tidak mati", jawabnya. "Lah iyalah, kalo mati kamu gak bisa ngomong sekarang", kataku.

Akhirnya aku ceritakan bahwa salah seorang guru kalian di sekolah ini, yang sekarang menderita paru-paru akut hingga tergantung dengan tabung gas oksigen dan gagal ginjal sehingga harus cuci darah adalah perokok berat. Dan penyakitnya inilah yang memaksanya berhenti merokok. Semoga mereka mengambil pelajaran.

Selasa, 11 Desember 2012

Rabu, 12-12-12

Hari ini hari Rabu, kebetulan tanggal 12 bulan 12 tahun 2012, disingkat 12-12-12. Angka ini terlihat istimewa dalam kaca mata manusia. Meskipun hari berjalan sama seperti biasa. Bahkan, karena musim hujan, dari pagi matahari tak tampak sinarnya alias mendung. Namun demikian kesibukan berjalan seperti biasa. Di Jakarta, jalanan juga masih macet, denyut nadi kota terus berjalan. Anak-anak bergegas berangkat ke sekolah, khawatair terlambat. Sementara ayah dan ibu juga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. So nothing different in this day...

Tetapi, kehidupan tidak melulu apa yang terlihat kasat mata. Kita tidak mengetahui hati apa yang ada dibalik fisik manusia. Hati yang penuh syukurkah, atau hati yang kufur, naudzubillah. Alangkah baiknya jika setiap hari berbeda, bukan secara fisik, tetapi ruhiah kita yang berbeda berubah menjadi lebih baik. Mampu mensikapi setiap momen sebagai karuniaNya dan pelajaran dariNya untuk kita menjadi lebih baik. Mensyukuri setiap hari baru, sebagai anugerah dan kesempatan untuk semakin menyadari siapa kita dan untuk apa kita dilahirkan.

Aku sendiri, tadi pagi  seperti biasa  terbangun jam 3.20, dan setelah 10 menit menyesuaikan mata, badan dan kesadaran, aku sepenuhnya bangun dari tidur. Alhamdulillah,  atas nikmat sehat dan kehidupan yang masih diberikanNya kepadaku. Setelah gosok gigi dan berwudhu, aku gunakan waktu menjelang subuh untuk menghadapNya. Sungguh aku memerlukan waktu-waktu ini. Bermunajat, mengadukan segala gembira dan dukaku, resah dan yakinku. Berduaan dengan Allah tidak ada yang mengganggu. Aku yakin Engkau melihatku, memperhatikanku, mendengarkan curhatku, dan kemudian menghiburku, meyakinkanku, dan menggembirakanku dengan keadilan dan nikmat-nikmatMu yang berlimpah. Ah nikmatnya pagi ini, tenteramnya hati ini, bersamaMu aku tenang.


Depok, Rabu, 12-12-12
.

Rabu, 05 Desember 2012

Mendidik Remaja

Anak itu, sebut saja namanya Rina, mulai berkaca-kaca saat ditanya guru tentang foto-foto mesranya bersama pacar ditemukan di hand phonenya yang disita. "Kalau kamu sudah menikah, kamu boleh berfoto seperti itu dengan suamimu", tandas pak guru yang juga ustadz itu. "Kalau cuma pacaran, perbuatanmu itu dosa". tandas pak guru. "Kamu kan juga anak OSIS harusnya bisa jadi teladan teman-teman kamu".  "Sudah sekarang kamu ke ruang BK, temuin pembimbing akademik dan guru BK". Ujar pak guru itu mengakhiri.

Itu bukan penggalan kisah dalam sinetron, itu kisah nyata. Aku yang duduk di seberang meja pak guru, mendengar semua pembicaraan itu. Dan itu bukan hanya kali ini saja. 'Fenomena' ini tentu mencemaskan kami para guru dan tentu lebih-lebih orang tua para remaja. Jika ditanyakan kepada remaja, mungkin jawabannya lebih banyak yang pernah atau sedang berpacaran dibanding yang tidak. Bagaimana kita para guru dan orang tua mensikapi fenomena ini.

Melarang remaja sama saja dengan memyiram bensin ke dalam api yang membuatnya makin berkobar. Membiarkannya tentu saja salah. Tugas orang tua dan guru adalah mendidik anak-anak/siswanya menjadi waladun sholih yang pahalanya kekal hingga akhirat. Disebut waladun bukan bintun/bin menandakan tugas mendidik tidak saja kewajiban orang tua kandung tetapi juga orang tua bukan kandung termasuk guru yang mendapat amanah pendidikan seorang anak.

Kembali ke fenomena pacaran seperti di atas, bagaimana mensikapinya. Mengamati beberapa siswa yang menunjukkan perilaku berpacaran berlebihan, dapat diketahui bahwa faktor pendidikan dari kecil, kualitas hubungan ortu-anak, juga pandangan orang tua tentang pacaran cukup berperan. 'Kasus' Rina di atas, menurut pengakuan anaknya, orang tua menyetujui anaknya berpacaran bahkan memberi ijin jika mereka hendak pergi berduaan. Setelah dikonfirmasi ke orang tua, mereka membenarkan meskipun tidak menyangka dan menyesalkan perilaku berpacaran anaknya seperti ditunjukkan dalam foto-foto itu.

Remaja, sesuai dengan perkembangan fisik dan psikologisnya memang wajar jika mulai tertarik dengan lawan jenis. namun tertarik dengan lawan jenis tidak harus dilalui dengan pacaran. Tugas orang tua dan guru dari sejak anak-anak masih kecil adalah menanamkan mana perbuatan yang boleh mana yang dilarang. Lebih dari itu, orang tua/guru harus menjadi teladan perilaku bagi anak-anaknya. Tidak mungkin melarang anak yang sudah remaja tanpa diawali pendidikan dari kecil. Selain itu orang tua/guru perlu mempersiapkan kelebihan energi yang akan dialami anaknya ketika sudah remaja dengan membekali anak-anak kegiatan-kegiatan yang positif. Khusus untuk anak-anak laki-laki dari kecil harus dilatih untuk aktivitas fisik yang rutin, sehingga di saat remaja mereka bisa menyalurkan kelebihan energi pada aktivitas fisik yang menguras energi.

Pada akhirnya jika remaja menunjukkan tanda-tanda berpacaran, alangkah baiknya jika ortu/guru tak segan mengingatkan mereka untuk tidak berduaan. Jika tahapnya sudah sulit dikendalikan, ada baiknya menawarkan 'pernikahan dini'. Dalam kondisi ini ortu memang mau tidak mau masih harus membantu ekonomi keluarga kecil mereka. Meski ekstrim, keselamatan di akhirat lebih utama daripada sekedar menerima pandangan manusia.

Lebih dari itu, mari para orang tua dan guru untuk senantiasa memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan bagi anak-anak/murid kita. Tak lupa, mari kita selalu memohon pertolongan dan perlindungan Allah agar anak-anak kita terhindar dari godaan setan dan senantiasa dalam lindungan dan kasih sayang Allah.

Wallahu'alam





Imam yang Tak Dirindukan

"Aku besok gak mau tarawih lagi, " gerutu si bungsu saat pulang tarawih tadi malam.  "Loh, kenapa?" Tanya Saya sambil ...